Bernas.id – Semakin banyak sekolah inklusi yang berdiri di Jabodetabek, menunjukkan semakin terlihatnya kepedulian masyarakat terhadap anak yang berkebutuhan khusus. Sebetulnya siapakah yang dinamakan anak yang berkebutuhan khusus? Pada dasarnya setiap anak memiliki keunikannya masing-masing. Ada anak yang sangat suka menggambar hingga tidak berhenti mencorat-coret bukunya, sangat tidak suka berolahraga, sangat suka angka hingga bisa menghafal banyak nomor telepon, dan lain sebagainya.
Di Indonesia, anak yang berkebutuhan khusus merupakan anak-anak yang berbeda kebutuhannya dibanding rata-rata anak lainnya. Anak yang memiliki fokus konsentrasi sangat pendek di luar rentang usia normalnya, butuh waktu untuk mencerna materi pelajaran lebih lama dibanding anak lainnya, sangat sensitif terhadap hal tertentu, sampai kesulitan dalam bersosialisasi.
Kesulitan dalam bersosialisasi merupakan ciri-ciri dari anak yang berada dalam spektrum autisme. Untuk mengatakan seorang anak berada dalam spektrum autisme atau tidak dibutuhkan analisa dari seorang psikiater dan dokter. Sebenarnya anak-anak dengan spektrum autisme juga ingin berkomunikasi dengan anak-anak lainnya. Hanya saja kita harus memahami bagaimana cara berkomunikasi dengan mereka.
Membangun Koneksi
Membangun koneksi merupakan awal dari komunikasi. Sebut namanya sebelum berbicara, sehingga ia tahu bahwa dirinya diajak berbicara. Ikuti gerakan atau bicarakan sesuatu yang menjadi kesenangannya. Misalnya, seorang anak autisme yang suka memutar-mutar pensil. Tarik perhatiannya dengan melakukan hal yang sama. Jika pandangan sudah beralih ke Anda tandanya ada suatu penerimaan dari anak tersebut. Berusaha membuat kontak mata walaupun beberapa detik juga merupakan suatu cara untuk membangun koneksi. Metode mengikuti kegiatan yang dilakukan anak ini dikembangkan menjadi metode Development Individual-difference Relationship (DIR) Floortime.
Hindari Kata-kata yang Rumit
Upayakan menghindari mengucapkan kata-kata yang terlalu panjang dan tidak spesifik. Gunakan kata-kata kunci, ucapkan kata-kata tersebut dengan tempo yang lambat. Hindari memberikan terlalu banyak pertanyaan.
Hindari Pertanyaan Terbuka
Pertanyaan seperti, “apa pendapatmu tentang permainan tradisional enggrang?” Pertanyaan seperti ini terlalu susah untuk dipahami mereka. Upayakan membuat pertanyaan yang spesifik. Misalnya “Apakah kamu senang bermain enggrang?” Pertanyaan yang kedua akan lebih dimengerti oleh anak autisme.
Jarang Meminta Bantuan
Anak-anak ini akan kesulitan mengungkapkan keinginannya untuk mendapatkan bantuan. Menunjukkan bahwa dirinya tidak bisa melakukan sesuatu dapat dilakukannya dengan berbagai cara. Dari tidak mau duduk di tempatnya, berputar-putar, ingin keluar kelas merupakan cara untuk menunjukkan kecemasannya. Berikan bantuan kartu visual yang dapat digunakannya untuk meminta bantuan.
Setiap anak yang berada dalam spektrum autisme memang unik. Tidak ada satu cara yang sama untuk menghadapi anak autisme. Dengan kerjasama yang baik antara pihak guru, teman, orangtua, dan masyarakat, anak autisme akan dapat menjalin komunikasi dengan baik dengan masyarakat.