BERNAS.ID – Bencana alam di Indonesia tidak mungkin terelakkan. Wilayahnya yang berada di lempeng Eurasia, Indo-Australia, dan Pasifik, bahkan berada di garis khatulistiwa, menyebabkan banyak peristiwa bencana.
Potensi bencana alam itu seperti bencana tektonik geologi hingga hidrometeorologi, atau mulai dari gempa, gunung api, tsunami, tanah longsor hingga El Nino dan El Nina.
Baru-baru ini, erupsi Gunung Semeru di Lumajang pada 4 Desember 2021 mengejutkan sejumlah pihak. Video yang beredar menunjukkan warga panik melihat awan panas dan berlari menyelamatkan diri.
Bencana itu menewaskan puluhan orang, sementara itu ribuan orang harus mengungsi. Bantuan terus diupayakan oleh berbagai pihak. Namun, korban bencana ternyata tak hanya memerlukan bantuan fisik.
Baca Juga: Ketika Pengungsi Korban Gunung Semeru Menerima Bantuan Hipnoterapi…
Mereka juga membutuhkan pemulihan trauma yang akan mempengaruhi kehidupan mereka selanjutnya. Bayangkan saja, dalam waktu sekejap mereka kehilangan orang-orang yang dicintai.
Selain itu, mereka juga kehilangan harta benda yang mungkin telah mereka kumpulkan selama tahun. Di sinilah hipnoterapi masuk untuk membantu menyembuhkan trauma.
Berbicara kepada Bernas.id, Ketua Perkumpulan Komunitas Hipnotis Indonesia (PKHI) Avifi Arka menjelaskan tentang hipnoterapi untuk menyembuhkan trauma para korban bencana.
“Biasanya kalau lokasi-lokasi bencana yang kita pernah turun membantu, rata-rata memang terkait traumatiknya. Trauma itu kan kalau secara teorinya memori itu tertanam lengket di pikiran bawah sadar manusia,” katanya.
Forgiveness Therapy
Korban bencana alam masih harus menghadapi kenyataan pahit kehilangan rumah, ternak, hasil panen, bahkan keluarga. Forgiveness therapy mengambil peran untuk membangkitkan semangat mereka karena rasa kehilangan.
Dalam sekejap kita kehilangan segalanya. Tentu masing-masing dari kita punya reaksi yang berbeda. Ada yang mampu ikhlas dalam hitungan menit setelah peristiwa itu, ada juga yang perlu bertahun-tahun untuk menerima keadaan.
Avifi menuturkan korban bencana alam membutuhkan hipnoterapi segera untuk memulihkan kesehatan jiwanya. Dengan begitu, trauma mereka tidak menimbulkan psikosomatik yang bila dibiarkan berlarut bisa menjadi penyakit.
Dengan forgiveness therapy, mereka akan diajak untuk memaafkan peristiwa yang telah terjadi, memaafkan orang lain, dan yang paling penting adalah memaafkan diri sendiri.
“Ini termasuk penyesalan. Misalnya dia bilang, 'Seandainya tanpa kejadian itu, hidupnya lebih indah. Coba nggak ada bencana itu, mungkin sudah panen, dan sebagainya,” katanya.
Penyelasan tersebut jika tidak dilepaskan dapat merusak pikiran dan fisik. Penyakit fisik yang bisa muncul akibat depresi seperti maag, migrain, dan sejumlah penyakit lain.
“Karena selama dia nggak memaafkan, itu akan mengganjal. Ibaratnya, mau terbang tinggi masa bawa ransel, tas, ya nggak bisa ngebut naiknya,” ucap Avifi.
Memaafkan peristiwa yang terjadi dan membuat kehilangan tentu tidak semudah teorinya. Namun, menurut Avifi apabila tidak memaafkan akan seperti hamster yang berlari di roda putarnya. Artinya, bergerak namun tidak ke mana-mana.
Sebagai informasi, forgiveness therapy atau terapi memaafkan ini bisa dilakukan secara massal di lokasi pengungsian.
Beda bencana alam, beda pula penanganannya. Pada korban gempa, hipnoterapis bisa menggunakan metode penanganan model jangkar. Ini karena gempa besar tak jarang menimbulkan gempa susulan.
Baca Juga: Mengenal Hipnoterapi: Definisi, Manfaat, dan Cara Kerjanya
Pikiran manusia bak kapal yang terombang-ambing di lautan sehingga memerlukan jangkar untuk tetap tenang. Gempa susulan bisa saja memicu trauma korban.
“Jangkar itu adalah kenangan-kenangan bahagia. saat kejadian itu muncul, jangkar dipicu sehingga pikiran dia lebih stabil dan tenang. Kalau lokasi (bencana) yang kejadiannya nggak cukup sekali, maka pakai anchor,” jelasnya.
“Mengedit” Peristiwa Traumatik
Langkah selanjutnya untuk menuntaskan trauma para korban adalah dengan “mengedit” peristiwa traumatik. Melalui hipnoterapi, trauma yang dialami oleh korban bencana bisa “diedit” lagi. Peristiwa traumatik itu diperhalus dengan “diedit” supaya tidak memicu reaksi berlebihan karena trauma.
Avifi memaparkan sebuah contoh, misalnya seseorang menjadi korban kecelakaan 20 tahun lalu. Namun ketika mendengar suara keras, dia bereaksi dengan gemetar. Suara benturan pada saat kecelakaan masih begitu nyata di telinga.
Selain trauma mendengar suara keras, seseorang itu juga tidak kuat melihat darah. Warnanya yang masih begitu nyata mengingatkan lagi peristiwa kecelakaan itu.
Hipnoterapi hadir untuk “mengedit” gambaran nyata dari insiden di masa lalu tersebut dengan “mengecilkan volume” dan “membuat warnanya menjadi hitam putih”.
“Karena memori yang tertanam permanen di bawah sadar itu artinya itu kita bisa recall lagi. Di-recall kejadian yang bikin traumatiknya itu, hipnoterapi mengedit di sana,” ucapnya.
“Memori itu nggak bisa dihapus karena memori itu haknya Tuhan. Yang bisa kita lakukan adalah mengedit rasanya,” imbuhnya.