Bernas.id — Budaya perusahaan (corporate culture) sangat penting di era digital untuk mewujudkan visi, misi, tujuan dan sasaran perusahaan. Untuk itu, seluruh karyawan dituntut untuk memahami dan menerapkan budaya perusahaan yang sesuai perkembangan era digital dalam setiap perilaku dan aktivitas sehari-hari terutama di tempat kerja. Transformasi budaya perusahaan perlu terus diarahkan ke dalam perubahan yang lebih kondusif untuk terus mengembangkan inovasi, manajemen inovasi dan mengelola risiko serta integrasi organisasi dalam membangun kolaborasi dan sinergitas.
“Sejalan dengan perkembangan Revolusi Industri 4.0, sebagai runtutan peradaban modern telah dirasakan dampaknya pada berbagai sendi kehidupan, penetrasi teknologi yang serba disruptif, menjadikan perubahan semakin cepat, sebagai konsekuensi dari fenomena Internet of Things (IoT), big data, otomasi, robotika, komputasi awan hingga inteligensi artifisial (Artificial Intelligence) mewarnai dukungan kemajuan pesat teknologi, yang akan membawa pada kondisi transisi revolusi teknologi yang secara fundamental akan mengubah cara hidup, budaya bekerja dan relasi organisasi dalam berhubungan satu sama lain,” kata Winda Nur Cahyo ST MT PhD, Ketua Prodi Teknik Industri, Program Magister FTI UII, kepada wartawan di kampus setempat, Kamis (13/9/2018).
Menurut Winda Nur Cahyo, perubahan lanskap sebagai konsekuensi menjadikan transformasi budaya perusahaan sebagai suatu keniscayaan dalam berbagai skala ruang lingkup dan kompleksitasnya. Transformasi budaya perusahaan ini menjadi kata kunci yang harus terus diupayakan sebagai instrumen bagi perusahaan agar responsif terhadap perubahan termasuk terhadap konsekuensi meningkatnya tuntutan akuntabilitas dan transparansi dari organisasi perusahaan serta responsif yang tinggi dan cepat, termasuk memungkinkan manajemen aset yang lebih baik. Hal tersebut diharapkan dapat membawa perubahan paradigma desain organisasi.
Dari hasil studi kasus di Bio Farma, penerapan budaya perusahaan di era digital terbukti mampu meningkatkan produktifitas dan efisiensi. Hal ini terjadi karena seluruh proses produksi serba digital. Adityanto Prayogo S.Psi, Kepala Bagian Manajemen Kinerja PT Bio Farma, memberi contoh, dengan dokumen yang sebelumnya berbasis kertas (paper based) diganti dengan dokumen berbasis digital sehingga menghemat atau mengurangi penggunaan kertas, pekerjaan yang biasanya dikerjakan 3-4 orang namun di era digital hanya dikerjakan oleh satu orang. Dengan demikian,
dengan jumlah karyawan yang sama produktifitas tetap meningkat dan pertumbuhan omset terus naik.
“Jika tahun 2008 kami ekspor ke 117 negara dengan omset Rp 800 miliar dan tahun 2018 produk Bio Farma diekspor ke 140 negara dengan omset Rp 32 triliun. Dan meski karyawan tidak bertambah, namun keuntungan perusahaan setiap tahun selalu tumbuh atau meningkat,” kata Adityanto Prayogo S.Psi.
Menurut Drs Wawan Setiawan MM, Kepala Divisi Human Capital PT Bio Farma, budaya perusahaan di era digital mampu meningkatkan produktifitas dan eifisiensi perusahaan. Sebab, banyak aktifitas yang biasanya dilakukan secara manual digantikan dengan teknologi digital. Ia memberi contoh, meeting yang biasanya bertemu langsung di sebuah ruang rapat digantikan melalui grup whatsapp. Dengan cara ini dapat menghemat waktu dan biaya serta proses pengambilan keputusan juga cepat.
“Sebagai perusahaan yang memiliki keahlian dan pengalaman selama lebih dari 126 tahun, mau tidak mau, harus siap menghadapi Revolusi Industri 4.0. Salah satu kesiapan itu adalah menerapkan budaya perusahaan di era digital,” kata Wawan Setiawan. (lip)