JAKARTA, BERNAS.ID – PT AAS, salah satu perusahaan penyedia layanan ground handling penerbangan, tengah menghadapi tudingan serius terkait dugaan kecurangan dalam pelaporan dan pembayaran kewajiban konsesi ke pengelola bandara yang berujung pada potensi kerugian negara.
Menurut informasi, sejak tahun 2014, perusahaan tersebut diduga tidak melaporkan operasi ground handling Lion Group secara penuh kepada pengelola bandara, sehingga menghindari pembayaran konsesi yang menjadi kewajiban setiap pelaku usaha yang beroperasi di area bandara.
“Gapura (Gapurangkasa, anak perusahaan Garuda Indonesia yang juga bergerak di bidang ground handling) sesuai regulasi selalu melaporkan kegiatan dan membayar konsesi kepada Angkasa Pura, namun AAS diduga melakukan kecurangan dengan tidak melakukan hal yang sama,” ujar sumber yang memahami permasalahan ini.
Baca Juga : Perluas Jangkauan Bisnis, Sarinah Hadir di Stasiun Kereta Api dan Bandara
Dugaan ini diperkuat oleh temuan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menemukan adanya pelanggaran sejak awal berdirinya perusahaan tersebut. Dalam catatan BPK, kecurangan ini sudah tercatat sejak beberapa tahun lalu, namun tindak lanjut dari temuan tersebut masih belum terlihat hingga saat ini.
Potensi Kerugian Negara
Dugaan ketidakpatuhan Direksi Angkasa Pura atas menangani pengelolaan Bandara terhadap PT AAS dalam melaporkan kegiatan operasionalnya dapat berdampak besar pada pendapatan negara. Setiap perusahaan ground handling di bandara memiliki kewajiban membayar konsesi sebagai kontribusi atas penggunaan lahan yang dikelola pemerintah melalui BUMN, seperti Angkasa Pura. Besarnya kewajiban tersebut dihitung berdasarkan transaksi atau aktivitas yang dilakukan.
Estimasi awal dari potensi kerugian negara, berdasarkan perhitungan trafik maskapai yang dilayani oleh PT AAS seperti Lion Group, Batik Air, Wings Air, dan Super Air Jet, dapat mencapai miliaran rupiah setiap tahunnya. Apabila dihitung secara kumulatif sejak 2014, jumlahnya diprediksi sangat signifikan.
Baca Juga : UGM dan PT Angkasa Pura 1 Hadirkan Mobil Listrik GATe di Bandara YIA
“Coba saja dihitung, trafik Lion Group di Cengkareng atau Surabaya dalam satu tahun saja sangat tinggi. Kalau dihitung dengan tarif konsesi minimal per satuan transaksi, kerugian potensial ini bisa mencapai puluhan hingga ratusan miliar untuk seluruh bandara yang mereka operasikan,” ujar sumber tersebut.
Lambannya Penanganan
Meskipun temuan BPK sudah ada sejak beberapa waktu lalu, penanganan dugaan pelanggaran ini disebut-sebut berjalan lambat. “BPK sudah menemukan sejak beberapa tahun lalu, tetapi tindak lanjutnya terkesan mandek. Baru sekarang temuan ini mulai dibicarakan lagi,” tambah sumber.
Hingga berita ini ditulis, belum ada pernyataan resmi dari PT AAS maupun pengelola bandara terkait tuduhan ini. Pihak terkait diharapkan segera memberikan klarifikasi dan menindaklanjuti temuan tersebut agar kepastian hukum dan kepercayaan publik terhadap pengelolaan bandara tetap terjaga.
Konteks Regulasi di Bandara
Dalam operasional bandara, semua kegiatan usaha yang dilakukan di lahan milik pemerintah harus mematuhi regulasi yang berlaku, termasuk kewajiban membayar konsesi kepada pengelola bandara yang kemudian disetorkan kepada negara. Regulasi ini bertujuan untuk menciptakan sistem pengelolaan bandara yang transparan dan berkeadilan, terutama bagi pihak-pihak yang patuh pada aturan.
Kasus dugaan kecurangan ini menambah daftar panjang persoalan kepatuhan regulasi di sektor penerbangan. Pihak berwenang, seperti Kementerian Perhubungan dan lembaga terkait lainnya, diharapkan mengambil langkah cepat untuk menuntaskan permasalahan ini dan mencegah kasus serupa di masa depan.
Sementara itu, saat dikonfirmasi terkait kasus tersebut, Direktur Utama (Dirut) Angkasa Pura Indonesia, Faik Fahmi tidak memberikan tanggapan. Beberapa pertanyaan yang disampaikan melalui aplikasi WhatsApp pun tidak dijawabnya. (DID)