JAKARTA, BERNAS.ID – Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Wibi Andrino, mengungkapkan bahwa penanganan banjir membutuhkan keseriusan semua pihak, termasuk DPRD sebagai mitra pemerintah. Pada 2024, anggaran untuk penanganan banjir mencapai Rp2,8 triliun, sekitar 4% dari total belanja daerah.
Wibi menegaskan bahwa anggaran ini diarahkan pada prioritas seperti normalisasi sungai, pengerukan saluran, pembangunan waduk, hingga pengelolaan kolam retensi. Meski demikian, DPRD masih menunggu alokasi pasti untuk tahun 2025.
“Normalisasi sungai seperti Ciliwung dan Kanal Banjir Timur adalah solusi strategis. Kerja sama dengan pemerintah pusat juga sangat penting untuk menyukseskan proyek ini,” kata Wibi pada bernas.id beberapa lalu.
Baca Juga : DPRD DKI Dorong Inovasi Pajak Daerah, Pimpinan Komisi E Soroti Pentingnya Reformasi dan Edukasi Wajib Pajak
Penanganan banjir di Jakarta tidak hanya terpaku pada normalisasi sungai. Program lain, seperti pengerukan rutin, pembangunan waduk, serta pengelolaan kolam retensi, terus dilakukan. Wibi menjelaskan bahwa waduk-waduk besar seperti Waduk Pluit, Waduk Ria Rio, dan Waduk Sunter berfungsi untuk menampung air hujan sekaligus mengurangi limpasan dari pemukiman.
Selain itu, sistem pompa air yang jumlahnya mencapai 200 unit juga memainkan peran vital. Pompa-pompa ini disebar di titik-titik strategis untuk mempercepat aliran air ke sungai atau laut, sehingga banjir bisa diminimalkan.
Menurut Wibi, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) memiliki peran sentral dalam penanganan banjir, yang mencakup empat tahapan utama, pertama Mitigasi Bencana: Pemetaan wilayah rawan banjir, edukasi masyarakat, dan pemasangan sistem peringatan dini.
Baca Juga : Pimpinan DPRD Apresiasi Rencana RK Bangun Transportasi Air Atasi Macet
Kemudian kedua, Kesiapsiagaan: Sosialisasi langkah-langkah menghadapi banjir, termasuk simulasi evakuasi. Ketiga, Tanggap Darurat: Evakuasi warga terdampak, pendirian posko darurat, dan koordinasi lintas instansi. Terakhir, Pemulihan Pasca Banjir: Rehabilitasi infrastruktur dan pemulihan sosial ekonomi.
“Kolaborasi lintas instansi, seperti dengan dinas SDA, lingkungan hidup, TNI, dan masyarakat, menjadi kunci dalam mengatasi bencana banjir,” ujar politisi asal NasDem itu.
Selain infrastruktur, Wibi menekankan pentingnya partisipasi masyarakat. Edukasi publik tentang penyebab dan dampak banjir terus digalakkan melalui kampanye seperti “Jakarta Bebas Sampah” dan “Hari Bebas Plastik”.
Program gotong royong, seperti membersihkan saluran air, lanjut dia, menjadi agenda rutin pemerintah bersama warga. Selain itu, masyarakat diajak memanfaatkan teknologi sederhana, seperti membuat kompos dari sampah organik dan membangun taman resapan di pekarangan rumah.
“Banjir adalah tanggung jawab bersama. Pemerintah dan masyarakat harus bergandengan tangan untuk menciptakan lingkungan yang lebih baik,” terangnya.
Dirinya juga menyoroti perlunya penguatan kapasitas aparatur, termasuk pelatihan teknis dan penggunaan teknologi modern seperti Geographic Information System (GIS) untuk memetakan wilayah rawan banjir. Sistem manajemen data dan peringatan dini juga harus diperkuat agar respons terhadap banjir lebih cepat dan efektif.
“Dengan data yang akurat, kita tahu mana wilayah prioritas yang harus segera ditangani,” pungkasnya.
Wibi berharap, dengan langkah-langkah strategis ini, Jakarta bisa mengurangi intensitas dan durasi banjir, serta melibatkan masyarakat dari segala usia dalam upaya menjaga lingkungan. Program edukasi bahkan sudah mulai menyasar anak-anak usia dini melalui kerja sama dengan PAUD dan sekolah.
“Kesadaran lingkungan harus ditanamkan sejak kecil. Harapannya, generasi mendatang akan lebih peduli terhadap lingkungan dan mampu menjaga kota dari bencana,” tutup Wibi.
Penanganan banjir di Jakarta bukan hanya tentang pembangunan infrastruktur, melainkan sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta untuk menciptakan kota yang lebih tangguh. (DID)