Bernas.id – Profesi sebagai seorang coach mungkin masih asing di telinga masyarakat Indonesia. Namun, bagi para pengusaha peran seorang coach sangatlah penting. Muhammad Adithia Amidjaya adalah salah satu dari sedikit orang yang mengambil jalan hidup sebagai seorang coach. Sebenarnya, seperti apa, sih, profesi coach dan bagaimana perjalanan pria yang akrab disapa Adithia tersebut menjalani profesi sebagai seorang coach? Berikut kisahnya:
Awal mula menjadi coach
Bukan hal yang disengaja bagi Adithia untuk menjalani karir sebagai coach bisnis. Awalnya, Adithia menjalani karir di bidang quality management system (sistem manajemen mutu) di sebuah perusahaan. Namun di tahun 2005 akhirnya Adithia diangkat menjadi seorang training and development manager. Dari profesi inilah, Adithia pun seolah menemukan dunia yang berbeda.
“Saat masih di bagian quality, saya banyak berkecimpung dengan sistem manajemen mutu produk. Namun, saat menjadi seorang training manager, saya mulai banyak berinteraksi dengan manusia,” ucap dia.
Kepada Bernas.id, Adhitya mengaku tidak pernah mempelajari ilmu psikologi. Ia justru memiliki latar belakang pendidikan di jurusan kimia dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia.
“Pendalaman saya waktu skripsi itu biokimia. Waktu itu saya bekerja di perusahaan benang jahit yang memang background kuliah saya di bidang kimia masih digunakan. Namun, kemudian saya diangkat menjadi seorang training manager, disitulah saya menemukan dunia baru yang menyenangkan,” ucap Adithia.
Saat mendalami dunia pelatihan, Adithia bercerita bahwa ia banyak memasuki komunitas trainer dan HRD yang banyak membicarakan tentang pengembangan kualitas sumber daya manusia. Bahkan, Adithia juga mempelajari ilmu baru, yaitu Neuro Linguistic Programming atau yang dikenal dengan nama NLP.
“Tahun 2006, saya dapat tawaran untuk bekerja di perusahaan tambang yang ada di daerah Sulawesi. Waktu itu saya juga masuk ke bagian training center dan akhirnya memutuskan untuk belajar NLP di Singapura,” tambahnya.
Adithia memutuskan belajar NLP di Singapura ketika ia mendapatkan jatah libur dari perusahaan tempatnya bekerja. Keputusan tersebut ia ambil demi menambah pengalaman dan pengetahuannya dalam dunia peningkatan sumber daya manusia.
“Kebetulan di perusahaan tambang liburnya bisa dirapel. Jadi, waktu libur saya memutuskan tidak pulang dan lebih memilih belajar NLP di Singapura,” ucapnya.
Baca juga : Kisah Issa Kumalasari Membantu Sesama Lewat NLP
Memulai dunia Coaching
Ketika mempelajari NLP, Adithia pun mulai mengenal dunia coaching. Menurutnya, dunia coaching dan NLP bisa saling melengkapi karena sama-sama terkait dengan pengembangan sumber daya manusia.
Setelah tiga tahun bekerja di perusahaan tambang, Adithia pun mendapat tawaran bekerja di pusat konsultasi yang berlokasi di Jakarta. Di perusahaan tersebut, Adithia juga mendapat posisi sebagai konsultan di bidang quality management. Dan ia merasa ilmu NLP dan coaching yang dipelajarinya berguna namun belum maksimal.
Selang 3 tahun bekerja di perusahaan tersebut. Adithia kembali mendapat tawaran untuk bergabung dengan perusahaan yang menggeluti dunia coaching (coaching firm). Selama bergabung di perusahaan itulah, Adithia merasa ilmu coaching dan NLP yang ia miliki bisa dimaksimalkan.
“Saat bergabung dengan coaching firm inilah, saya dikirim untuk pelatihan coaching selama seminggu di Australia,” ucap Adithia.
Adithia juga bercerita bahwa untuk menjadi coach ia perlu mengambil sertifikasi dari organisasi coaching terbesar dunia yang bernama ICF (International Coaching Federation).
“Khusus untuk menjadi bisnis coach, saya dapat sertifikasi internal dari perusahaan yang ada di Australia,” tambah Adithia.
Untuk mendapatkan sertifikat dari ICF, Adithia harus menyelesaikan pelatihan selama minimal 60 jam. Sertifikasi ICF sendiri terdiri dari tiga level, yaitu level ACC (Associate Certified Coach), level PCC (Professional Certified Coach ), dan level MCC (Master Certified Coach ).
“ACC itu ibarat lulus S1, kalau PCC ibarat lulus S2, dan MCC ibarat lulus S3. Semakin naik levelnya, semakin berat persyaratannya,” ucap Adithia.
Adithia sendiri telah belajar coaching dengan total waktu 125 jam dan mendapatkan sertifikat kredensial PCC di tahun 2017.
Sebagai informasi, dalam dunia coaching memang terdapat sertifikasi khusus yang dikeluarkan oleh International Coaching Federation (ICF). Sertifikasi tersebut dikenal dengan istilah kredensial yang terdiri dari tiga level, yaitu ACC (Associate Certified Coach), level PCC (Professional Certified Coach ), dan level MCC (Master Certified Coach ).
Setiap level pun memerlukan syarat yang berbeda-beda. Untuk mendapatkan kredensial ACC, seorang coach diantaranya perlu memahami 8 kompetensi dasar dalam dunia coaching dan memiliki 60 jam terbang pelatihan dengan jam terbang coaching minimal 100 jam. Sementara itu, untuk mendapatkan kredensial PCC, seorang coach harus memiliki jam terbang praktik 5 kali lipat lebih besar dari seorang coach yang memegang kredensial ACC serta 125 jam pelatihan. Untuk mendapatkan kredensial MCC, seorang coach harus memiliki jam pelatihan sekitar 200 jam serta 2500 jam praktik coaching. Selain semua persyaratan ini, mereka harus menjalani mentor coaching minimal 10 jam dan mengirim rekaman coaching ke asesor ICF untuk dievaluasi.
“Para coach yang ada di Indonesia itu berada di bawah naungan ICF Jakarta itu organisasi ICF yang ada di Indonesia. Sekarang mungkin ada sekitar 165 orang (per bulan Oktober 2021) yang tergabung dalam ICF Jakarta. Dari 165 orang itu, ada sekitar 60% yang sudah mendapatkan kredensial dari ICF,” ucapnya.
Menurut Adithia, hanya sekitar 100 orang coach di Indonesia yang memiliki kredensial ACC dari ICF. Sementara itu, coach yang memiliki kredensial PCC sudah mencapai puluhan. Sedangkan coach yang memiliki kredensial MCC masih berjumlah lima orang.
Manfaat Coaching
Hingga sesi wawancara dengan Bernas.ID, Adithia bercerita bahwa jumlah klien yang telah mendapat coaching darinya sudah berjumlah 431 orang dengan total jam coaching sebesar 2673 jam sejak tahun 2010. Selama memberikan coaching, Adithia mencoba untuk membantu kliennya untuk menggali kemampuan diri.
“Sebuah perusahaan biasanya memiliki assessment center. Dari laporan assessment center itu, kita bisa gali kembali apa saja yang perlu ditingkatkan. Jika itu tentang kemampuan leadership, yah, kita fasilitasi untuk menggali kemampuan leadership tersebut,” tambahnya.
Dalam sebuah sesi coaching, Adithia bercerita terdapat sebuah percakapan rahasia antara klien dan dirinya. Percakapan tersebut berbentuk dialog atau tanya jawab agar klien bisa mendapatkan awareness baru dan mendapatkan action plan yang bisa dibahas dalam pertemuan selanjutnya.
“Sesi coaching bersama saya biasanya 90 menit per pertemuan setiap dua minggu sekali selama tiga sampai enam bulan,” ucap dia.
Menurut Adithia, sesi coaching tersebut bertujuan untuk membantu klien memaksimalkan potensi pribadi dan profesional. Adithia juga mengatakan, sebenarnya ada banyak cara untuk memaksimalkan potensi pribadi, salah satunya dengan sesi coaching.
“Untuk memaksimalkan potensi pribadi, kita tetapkan dulu apa yang mau kita gali lebih dulu. Misalnya, mau meningkatkan karir atau kemampuan mengendalikan emosi, nah, dari selama sesi coaching itu kita akan fasilitasi untuk mencapai goal tersebut,” tambahnya.
Baca juga: Pakar Neuro Semantics NLP dari METAMIND Bongkar Cara Temukan Kebahagiaan dalam Hidup
Keinginan mendorong potensi manusia
Adithia memilih jalan sebagai coach dengan tujuan untuk membantu meningkatkan potensi manusia. Menurutnya apapun bentuk kesuksesan yang ingin dicapai pasti ada dalam diri semua orang.
“Saya juga percaya bahwa orang dan organisasi memiliki potensi yang tidak terbatas sebagai sumber daya mereka untuk terus tumbuh dan berkembang,” ucap dia.
Adithia juga menambahkan bahwa potensi tersebut bisa didapatkan jika saja setiap manusia tahu bagaimana mendapatkan akses ke sumber daya tersebut sehingga dapat mencapai ide sukses mereka.
“Untuk mencapai tujuan tersebut, saya fokus membantu klien saya menemukan solusi daripada masalah, membangun kekuatan daripada kelemahan, dan menemukan cara positif ke depan daripada fokus pada hambatan,” tambah dia.
Menurut Adithia, kunci sukses seseorang sebenarnya ada dalam diri manusia itu sendiri. Tugas seorang coach hanya membantu klien untuk memprovokasi proses berpikir dan berperasaan klien agar bisa menemukan solusinya sendiri.
“Sukses itu adalah ketika seseorang berhasil mencapai tujuannya. Sayangnya, kesuksesan itu sering terhambat oleh pikiran manusia itu sendiri,” tambahnya.