BERNAS.ID – Kisah keberhasilan Denny Santoso menjadi salah satu yang terunik. Berasal dari keluarga biasa, ia menekuni bisnis semata-mata supaya punya uang untuk membeli game.
Penyuka fitness ini awalnya kesulitan mencari suplemen kesehatan di tempatnya, di Malang. Kemudian terlintas di benaknya untuk berburu informasi tentang asal suplemen tersebut.
Tak hanya membeli, dia juga menjual suplemen kesehatan tersebut. Singkat cerita, dia mendalami digital marketing, membangun media digital untuk industri fitness, merilis buku, menjadi pembicara, bahkan memiliki TV show-nya sendiri.
Kesuksesan yang diperoleh Denny bukan tanpa halangan. Beberapa kali membangun bisnis startup, beberapa kali pula ia harus jatuh. Namun bukan Denny jika tidak segera bangkit dan mewujudkan impian.
Baca Juga: Kisah Iqbal Hanafri, Menggilai Komputer Hingga Dapat Beasiswa ke Taiwan
Bagaimana cerita perjalanan Denny dalam merintis bisnis? Apa pedoman hidup yang membawa terus menggapai asa? Berikut selengkapnya.
Jualan CD Games dan Suplemen
Denny lahir di Malang, Jawa Timur, pada 1978. Dia berasal dari keluarga kelas menengah. Meski menyukai game, tapi ia tidak seberuntung kawan-kawannya kala itu, yang mampu membeli game seperti Nintendo.
Dari situ, ia berpikir bahwa harus jadi orang kaya dan punya banyak uang untuk bisa membeli game sesuai keinginannya. Itulah yang membuat Denny akhirnya memutuskan untuk berjualan CD games saat duduk di bangku SMA. Dia menjualnya seharga Rp20.000, dengan profit sekitar Rp1.000-Rp2.000 per keping CD.
“Ingin punya duit untuk main game. Jadi itu motivasi dari kecil. Bukan langsung kepikiran jadi entrepreneur,” katanya kepada Bernas.id.
Kecintaannya terhadap game sempat membuat nilai akademiknya saat SMA jeblok. Andai saja ketika itu sudah ada e-sport, mungkin ceritanya akan beda. Namun, Denny justru memanfaatkan kecintaannya terhadap game dengan mendalami ilmu komputer.
Pada 1996, Denny memutuskan untuk kuliah di Sekolah Tinggi Informatika dan Komputer indonesia di Malang. Dia bahkan menjadi asisten dosen termuda. Biasanya asdos ditekuni oleh mahasiswa semester 5, tapi ia bisa melakukannya ketika baru semester 3.
“Waktu kelas programming, aku cabut mengajar di kelas sebelah. Dibayar per sesi Rp3.000 untuk sekitar 2 jam,” ujarnya.
Kuliah juga menjadi momen Denny kembali mulai merintis bisnis dengan menjual suplemen kesehatan. Berawal dari kegemarannya olahraga di gym bersama temannya.
Menurutnya, fitness merupakan olahraga yang tidak ribet karena tidak perlu kawan untuk bertanding. Dia mengaku sebagai orang yang introvert atau lebih suka menyendiri. Baginya, sendiri adalah yang terbaik untuk dirinya.
Denny kerap meminum suplemen kesehatan. Namun, untuk mencari produknya, dia harus ke drugstore yang ada di Surabaya. Akhirnya, dia pun mencari di internet tentang asal muasal produk suplemen tersebut.
“Jadi saya impor (suplemen kesehatan) sendiri, waktu itu masih kuliah ya, tahun 1999, kemudian saya lulus 2000,” tuturnya.
Pada 1999, ia juga menjadi programmer freelance sambil berjualan suplemen kesehatan yang diimpor dari Amerika Serikat. Dengan modal Rp2,5 juta, Denny berhasil melipatgandakan cuannya melalui bendera PT Jaya Sportindo dan sudah punya ribuan reseller di seluruh Indonesia.
Digital Marketing
Setelah memiliki banyak penghasilan, Denny memutuskan untuk “pensiun” dan tinggal di rumah. Tentu dia tidak bisa diam saja di rumah. Kemudian dia kepikiran untuk mencari uang hanya dari internet.
Dia menemukan eksistensi digital marketing, yang kala itu lebih dikenal sebagai internet marketing. Pada 2007, ia mulai mendalami digital marketing, yang dulunya hanya heboh di lingkungan tertentu dan belum seperti sekarang.
Baca Juga: Kisah Muhamad Reza: Dari Sistelnas, Tinggal di Eropa, hingga Dirikan YoBerbagi
“Jadi dulu kayak secret community, underground gitu, kayak orang-orang tertentu yang main digital marketing,” ucapnya.
Denny juga sempat menekuni trading saham online. Tapi peristiwa krisis ekonomi 2008 yang membuat negara-negara di dunia terpuruk, termasuk Indonesia, membuatnya harus kehilangan uang Rp100 juta.
Dari momen itu, akhirnya dia kemudian memfokuskan diri pada digital marketing saja. Tidak pernah terlintas dalam benaknya bahwa suatu saat digital marketing akan sebesar sekarang.
“Nggak berpikir sih bakal sebesar ini. Dulu hanya mikir bagaimana caranya saya bisa dapat duit secara online,” katanya.
Pada tahun yang sama, Denny yang gemar berbagi ilmu mulai menulis blog tentang fitness. Pada 2008, ia pun merintis DuniaFitnes.com, yang merupakan portal fitness dengan jutaan pengunjung per bulannya.
Dia juga merilis buku Rahasia Diet: The Concept, The Diet, The Workout, yang terbit dalam dua seri pada 2008 dan 2009. Tulisannya diambil dari blognya, dengan beberapa tambahan untuk topik-topik tertentu.
Pada Pada 2010, dia mendirikan SixReps.com, yang merupakan jaringan sosial untuk para pencinta olahraga dan fitness. Denny termasuk visioner karena dia merintis sebuah platform berbagi foto untuk jurnalisme warga atau citizen journalism bernama Storigraph pada 2013.
“Jadi aku tertarik dengan social network. di awal aku bikin banyak startup, salah satunya storigraph pada 2013. Jadi itu kayak Instagram story tapi ternyata too early,” ungkapnya.
“Kalau sekarang orang-orang pada (share) video, di pikiranku dulu kayak behind the scene tapi foto. Ternyata nggak berjalan baik,” katanya.
Di Twitter, dia juga berbagi ilmu dengan setengah juta pengikut. Padahal kala itu, fitur di media sosial itu belum selengkap kini, hanya cuitan berupa teks. Salah satu pengikutnya di Twitter ternyata seorang talent scout di MNC.
“Dia minta dibantuin menurunkan berat badan. Aku juga bantuin Abu Marlo untuk menurunkan berat badannya di The Master Season 1. Ya, Twitter-ku kenceng, kemudian ditawari, ya aku terima saja,” jelasnya.
Pada November 2012 hingga Februari 2013, Denny menjadi TV Host untuk Body in Shape di MNC Lifestyle. Di situ, dia berbagi ilmu tentang cara mendapatkan bentuk tubuh yang lebih baik dengan diet, fitness, dan gaya hidup sehat.
“Tapi boring ya. Kayak ujungnya ke mana gitu, famous iya karena naik pesawat orang jadi tahu, tapi setelah itu ya sudah,” katanya.
Baca Juga: Kisah Margareta Astaman, Asa Jadi Penulis hingga Bawa Buah Lokal ke Pasar Global
Pada 2014, dia mendirikan supplier.id, sebuah platform yang menyediakan barang siap jual atau reseller untuk toko online dan offline di Indonesia, baik untuk grosir maupun dropship. Platform ini bertahan hingga 2019.
Pada Mei 2015, ia juga mulai membuka kelas digital marketing melalui DigitalMarketer.ID. Dari situ, ia telah menciptakan jaringan pengusaha yang menghasilkan jutaan dollar. Dia juga menjadi mentor di beberapa program inkubasi startup di Indonesia.
Kemudian pada 2018 merilis produk essential oils. Setahun kemudian, dia merintis terbentuknya Tribelio, sebuah platform manajemen komunitas sosial.
Tribelio untuk Dunia
Mengutip dari situs resminya, Tribelio adalah platform manajemen komunitas all in one sesuai dengan minat para penggunanya. Konsepnya seperti grup Facebook, namun Tribelio memiliki keunggulan.
Chief memimpin anggota dalam sebuah tribe. Mereka dapat saling berdiskusi layaknya seperti di media sosial. Namun, chief dapat berinteraksi dengan sejumlah fitur seperti broadcast email, chat, dan push notification.
“Kalau di AS, orang pakai sebuah web, kita sebutnya landing page, kemudian mereka minta email, kemudian akan jualan di email tersebut. Kalau orangnya banyak, dimasukkan ke grup Facebook,” jelas Denny.
“Buat aku, kok email marketing sendiri, website sendiri, grup Facebook sendiri, kenapa nggak ada tools yang mengintegrasikan ketiga ini. Jadi kami membangun Tribelio. Jadi nggak usah masuk tools yang berbeda-beda, tapi datanya jadi satu,” imbuhnya.
Mengingat beberapa startup sebelumnya tidak bertahan lama, kini Denny punya mimpi besar agar suatu saat Tribelio bisa menjadi perusahaan yang mendunia. Tribelio diharapkan menjadi startup yang kelak menyandang tingkatan unicorn, sebutan untuk perusahaan rintisan yang memiliki valuasi lebih dari 1 miliar dollar AS.
“Saya berharap Tribelio benar-benar bisa mewujudkan misinya mengubah everyday people yang awalnya cuma punya sekadar ide saja,” ucapnya.
Baca Juga: I Kadek Dian Sutrisna Artha, Siswa Teladan Jurusan IPA yang Berubah Haluan Jadi Ekonom
Menurutnya, perlu membangun komunitas dalam meluncurkan produk seperti layaknya Apple dan Harley Davidson. Dia berpendapat Indonesia terlambat 10 tahun dibandingkan negara lainnya yang membangun komunitas untuk mengenalkan produknya.
“Misal punya hobi pelihara tokek, kalau dicari di Instagram banyak, tapi bagaimana caranya maksimalkan omzet bisnis secara online. Nah saya ingin melihat orang-orang yang seperti itu berhasil, jadi bukan cuma orang yang wow saja,” jelasnya.
“Misal suka ikan cupang, bagaimana caranya bikin landing page, media sosial, email marketing, komunitas ikan cupang. Misal ada breed baru nih, dia cuma tinggal broadcast,” ucapnya.
“Impianku semakin banyak orang di Indonesia yang bisa kayak gitu. Ketika aku lihat di AS, everyone is doing it. Kalau Indonesia cuma upload di marketplace, kemudian perang harga,” imbuhnya.
Done is Better Than Perfect
Media sosial Twitter akhir-akhir ini sedang diramaikan perbincangan tentang work life balance. Bagi Denny, kehidupan seimbang itu diciptakan agar pekerja menjadi karyawan loyal.
Padahal jika menjadi pemimpin perusahaan, akan sangat sulit untuk menemukan keseimbangan tersebut. Saat ini, ia sedang membangun bisnis, sebuah inkubator investment performance agency bersama salah satu orang terkaya di Indonesia, Hermanto Tanoko. Itu membuat kesibukannya semakin bertambah.
“Proyeknya untuk menciptakan bisnis baru di dalam situ, jadi nggak bakal ada balance sih. Tidur saja masih mikir,” katanya.
Meski begitu, dia selalu berusaha untuk memulai jam tidurnya tidak lebih dari pukul 00.00. Pagi harinya, ia bangun pukul 07.00 atau 08.00 dan melakukan rutinitasnya, gym, pada pukul 09.00-10.00.
Dalam menjalani kehidupan sehari-hari, Denny selalu berpegang pada pedoman done is better than perfect, yang juga menjadi judul bukunya yang terbit pada 2018, Done is Better Than Perfect: Kisah Sukses Digital Marketer dan Serial Entrepreneur.
“Lakukan, itu yang penting untuk orang awam. Kalau yang kerja profesional ya nggak boleh ngasal juga sih. Cuma kalau untuk pemula, aku pakai ini (done is better than perfect),” katanya.
“Lakukan dulu, perfect-nya sambil jalan. So do it,” imbuhnya.
Melihat generasi muda yang semakin aktif di dunia bisnis, Denny melihat adanya fenomena shiny object syndrome, di mana sebagian dari mereka suka berpindah-pindah haluan dalam merintis usaha.
Apabila sedang populer minuman teh, mereka lekas ikut buka kedai teh, dan sebagainya. Menurutnya, mereka yang berhasil dalam berbisnis punya kisah yang lebih solid, misalnya bekerja untuk orang lain terlebih dulu.
“Karena terkadang orang bisnis itu silau, kayaknya kita harus berbisnis biar sukses. Itu pemikiran yang salah,” ujarnya.
Baca Juga: Kisah Roby Ikhsan, Putra Aceh yang Mencintai Teknologi, Kini Berkarier di Kanada
“Karena orang yang berbisnis itu nggak nanya 'Saya mau bisnis bagaimana caranya, mereka langsung jalan saja. Kadang, mereka nggak punya modal tapi ya ingin bisnis,” ucapnya.
Kepada anak muda, Denny menyarankan untuk belajar digital dengan lebih baik karena Indonesia akan butuh banyak orang-orang dengan kemampuan tersebut. Tapi, belajar saja tak cukup karena pendapatan datangnya dari eksekusi.
“Jadi menerjemahkan konsep sampai ke action itu yang berat. Maka kebanyakan orang ketemu untuk meeting, seru banget, salaman, tapi pulang malah (bisnisnya) nggak jadi,” katanya.
Tahun lalu, ia menerbitkan buku List Building Building Black Book. Denny juga aktif di YouTube dengan nama channel DennySantoso. Dengan 311 ribu subscribers, ia aktif berbagi ilmu digital marketing.