JAKARTA, BERNAS.ID – Pada minggu lalu selama berhari-hari harga aset kripto sempat mengalami market merah karena adanya kekhawatiran efek penularan Evergrande Group dan Federal Reserve. Setelah beberapa saat sempat pulih, harga mayoritas aset kripto pun kembali “terdiskon” akibat pernyataan dari Bank Sentral Negara Republik Rakyat Tiongkok yang mengumumkan perlawanan kerasnya terhadap industri kripto, sehingga menyebabkan aksi jual massal pun terjadi kembali.
Melansir pernyataan resmi dari perwakilan bank sentral negara yang berjuluk tirai bambu tersebut, transaksi kripto adalah transaksi yang ilegal karena bersifat spekulatif dan dianggap rawan dimanfaatkan untuk tindakan pencucian uang.
CEO Indodax, Oscar Darmawan menyatakan, meskipun pelarangan tersebut sempat membuat harga bitcoin dan aset kripto lainnya jatuh, nyatanya atensi dan minat masyarakat dunia (tidak hanya di Indonesia) sampai saat ini justru semakin banyak, terlebih saat masa pandemi seperti ini. Sehingga, pemberitaan ini harusnya tidak menjadi sebuah kekhawatiran besar untuk para investor.
Baca Juga : Bitcoin Lagi Diskon, Investor Harus Manfaatkan Kondisi Ini
“Investor tidak perlu was-was. Menurut saya, pengumuman ini hanya akan berdampak jangka pendek karena aksi market jual yang sifatnya memang hanya sementara. Namun secara jangka panjang tidak akan berdampak. Saya beri contoh. Pada 1 Januari 2021, harga Bitcoin menyentuh US$29,576per koin atau setara Rp 422 jutaan dengan kurs dollar hari ini. Coba lihat sekarang. Harga Bitcoin sudah menyentuh di angka US$43,942 per koin atau setara Rp 626 jutaan dengan kurs dollar hari ini,” jelas Oscar dalam keterangan tertulisnya yang diterima Bernas.id, Senin (27/9/2021).
Oscar Darmawan menjelaskan, bahwa pernyataan dari People's Bank of China (bank sentral negara Republik Rakyat Tiongkok) mengenai pelarangan transaksi kripto bukanlah hal yang baru. Pada awal tahun 2021, Presiden Xi Jinping mengumumkan akan menindak tegas seluruh aktivitas penambangan kripto. Kabar tersebut, disusul oleh pernyataan grup industri keuangan negara Tiongkok pada Mei 2021 yakni Asosiasi Keuangan Internet Nasional Tiongkok, Asosiasi Perbankan Tiongkok, dan Asosiasi Pembayaran dan Kliring Tiongkok yang resmi melarang segala perdagangan kripto.
“Pernyataan aturan dari People's Bank of China tentang pelarangan transaksi kripto ini bukanlah hal baru. Dan menurut saya, pernyataan kemarin hanyalah sekadar pengingat. Menilik beberapa waktu ke belakang, larangan oleh Pemerintah Tiongkok terhadap kripto bukan pertama kalinya dikeluarkan. Sebelum tahun 2021, bahkan Bitcoin memang sejak tahun 2013 akhir sudah dilarang di Tiongkok. Pada tahun 2017, Pemerintahan Tiongkok pernah menutup bursa kripto lokal. Kemudian di Juli 2018, People's Bank of China mengatakan ada sekitar 80 platform perdagangan kripto dan Initial Coin Offering yang ditutup. Dan di tahun 2019, People's Bank of China mengeluarkan pernyataan akan memblokir akses ke semua bursa kripto domestik dan asing serta situs web Initial Coin Offering,” terang Oscar.
Oscar menambahkan, negara Tiongkok memang satu-satunya negara yang sangat keras terkait transaksi kripto. Namun hal ini tidak perlu dikhawatirkan, mengingat banyak negara lain yang justru mendukung pertumbuhan aset kripto termasuk Indonesia. Indonesia memperbolehkan aset kripto menjadi suatu komoditas dan sudah resmi diatur dibawah BAPPEBTI.
“Ekosistem Tiongkok memang dirancang tertutup termasuk internet. Tiongkok memblokir Youtube, WhatsApp, Facebook, Google dan menciptakan layanannya sendiri namun keempat layanan tersebut toh tetap berjaya sampai saat ini. Soal kripto, nyatanya masih ada negara lainnya yang mendukung pertumbuhan kripto seperti El Salvador yang baru baru ini melegalkan bitcoin sebagai alat pembayaran, Honduras dan Guatemala yang sedang melirik pelegalan bitcoin sebagai alat pembayaran, parlemen Ukraina yang telah mengesahkan rancangan undang-undang yang melegalkan dan mengatur aset kripto, JP Morgan dan Bank of America yang mendukung kripto, serta Paypal yang sudah berekspansi ke Inggris Raya untuk menyediakan layanan jual beli kripto,” jelas Oscar.
Hal yang cukup unik mengenai transaksi aset kripto adalah selama ada jaringan internet investor bisa menyimpan aset kriptonya sendiri. Tidak hanya secara daring, investor pun bisa menyimpan aset kripto secara luring pada suatu usb flashdrive. Dengan hal unik seperti ini, tentu ini menjadi hal yang cukup sulit apabila suatu pihak menghalangi individu untuk memiliki aset kripto.
“Saya sendiri masih optimis terhadap kripto dan bitcoin. Karena apa? Negara negara lain termasuk “negara barat” toh mendukung inovasi ini. Berita dari Tiongkok hanya berita usang sejak tahun 2013 dan bukan merupakan sesuatu yang baru,” pungkas Oscar. (cdr)