Berita Nasional Terpercaya

Perjalanan Yudi Darma, Mencintai Fisika hingga Menjadi Guru Besar ITB

0

BERNAS.ID – Sebagai seorang anak yang dibesarkan di sebuah kampung di kota kecil bernama Payukumbuh, Sumatra Barat, Yudi Darma tumbuh seperti anak-anak lainnya.

Bahkan sampai SMA, dia belum menyadari minatnya terhadap dunia fisika, ilmu yang kini membawanya pada pencapaian di luar ekspektasinya.

Berangkat dari terpilihnya dia sebagai Siswa Teladan Nasional tingkat SMA mewakili Provinsi Sumatra Barat, Yudi Darma menelurkan berbagai karya penelitian dan kini menjadi Guru Besar Institut Teknologi Bandung Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Baca Juga: Kisah Irzan Nurman, Jembatani Dunia Kedokteran dengan Teknologi dan Bisnis

Bagaimana kisahnya menemukan passion pada fisika dan seperti apa perkembangan ilmu ini di Indonesia?

Fisika dan Sistelnas

Prof. Dr. Yudi Darma, S.Si., M.Si. lahir di Payakumbuh pada 13 Februari 1974. Orangtuanya berprofesi sebagai guru Bahasa Indonesia, yang membuatnya juga menyukai pelajaran Bahasa Indonesia.

Dia suka menulis puisi, namun tidak mengembangkan kegemarannya itu secara mendalam. Seperti murid lainnya, dia dituntut untuk mengikuti semua mata pelajaran di sekolah.

Dari situ dia mulai memandang ilmu pengetahuan alam sebagai hal yang menarik, baik fisika, kimia, maupun biologi. 

“Cuma dulu fisika terkesan lebih keren dan menantang, jadi perhatian terhadap fisika tanpa disadari lebih banyak,” katanya kepada Bernas.id.

Nilai fisikanya juga selalu yang tertinggi, apalagi guru-guru fisikanya sejak SMP hingga SMA sangat menyenangkan. 

Saat duduk di bangku SMA, dia dipilih untuk mewakili sekolah dalam lomba kreativitas atau pemilihan siswa teladan. Berawal dari tingkat kotamadya dan menjadi juara, kemudian dia maju ke tingkat provinsi dan terpilih sebagai jawara.

Pemilihan Siswa Teladan Nasional atau Sistelnas menguji berbagai aspek dari seorang murid seperti kreativitas, kepemimpinan, kemampuan interpersonal dan intrapersonal, dan sebagainya.

Terkait kepimpinan, Yudi mengaku telah terbiasa melakukannya di sekolah karena dia adalah ketua Majelis Perwakilan Kelas atau MPK ketika SMA.

Baca Juga: Kisah Taufik Jamaan, Wujudkan Asa Jadi Dokter dan Dorong Wisata Medis di Indonesia

Tak hanya unggul di bidang akademik, dia juga gemar membuat karya seni mulai dari lukisan, ukiran kayu, patung dan sebagainya.

“Selain kegiatan seni dan keterampilan, saya juga sangat senang olah raga yaitu main tenis. Nah, bisa saja jiwa sportifitas yang saya pelajari terus menerus dari kecil memberikan dampak yang signifikan terhadap pembentukan karakter saya,” jelasnya.

Dia mengaku tidak ada strategi khusus dalam hidupnya yang membentuk kegemarannya terhadap fisika. 

Menemukan Passion

Lulus dari SMA, Yudi memutuskan untuk melanjutkan studi di ITB. Walau dia memilih untuk menekuni fisika, namun dia belum merasakan jika fisika adalah passion dalam hidupnya.

Hingga suatu ketika beberapa kali ke luar negeri, dia menyadari penghargaan orang lain terhadap ilmu dasar tersebut sangat besar.

Dia begitu bangga sebagai orang fisika setelah dari Jepang, Singapura, dan Australia. Di Negeri Kanguru, dia pernah menjadi research fellow di University of New South Wales pada 2005-2006.

Di Jepang, Yudi terlibat sebagai visiting researcher di Institute of Molecular Science dan melanjutkan studi S3 di Hiroshima University. Dia juga sebagai research fellow untuk Singapore Synclotron Light Source di National University Singapore pada 2013-2016.

“Waktu di ITB dulu belum merasakan kalau fisika itu adalah passion atau pilihan saya,” ujarnya.

“Tapi cakrawala saya terbuka setelah ke Bandung dan luar negeri. Kalau orangtua selalu ingin pokoknya cita-cita (anaknya) harus tinggi lah,” imbuhnya.

Menurutnya, passion dapat ditemukan mulai dari kapan pun dan tergantung dari lingkungan. Meski begitu, dia meyakini seorang anak perlu sosok-sosok yang membangkitkan minatnya untuk bermimpi dan menemukan passion.

Sebagai informasi, Yudi menyelesaikan studi S1 pada 1997, kemudian melanjutkan S2 di ITB juga dan lulus pada 2000. Berikutnya, dia meneruskan studi S3 di Hiroshima University di Jepang pada 2002. Kala itu, universitas tersebut merupakan salah satu perguruan tinggi di Jepang yang memiliki fasilitas terbaik untuk nanoteknologi dan nanoelektronik.

Baca Juga: Guru Besar ITB Mindriany Syafila: Dari Langkah Awal Sekolah hingga Meneliti Limbah 

“Jepang adalah negara maju yang semuanya sudah teratur dan tersedia dengan baik. Jadi tidak heran kalau semua rencana dan kegiatan dapat dijalankan dengan lancar,” ujarnya.

Yudi dapat menyelesaikan studi lebih cepat dari waktu yang disediakan, yakni sekitar 2 tahun dari 3 tahun yang disediakan. Di sana, upayanya untuk mewujudkan rencana dan keinginan riset menjadi lebih mudah.

Alasannya, karena budaya dan ekosistem riset di negara tersebut sudah terbentuk dengan adanya dukungan fasilitas terbaik.

Pengalaman yang menarik ketika berada di luar negeri adalah ketika mengajukan proposal riset, di mana diawali dengan diskusi film Hollywood, terutama genre science-fiction.

“Mimpi-mimpi atau imajinasi orang Hollywood itu mendorong orang untuk mewujudkannya. Untuk beberapa kasus bisa jadi acuan untuk perkembangan teknologi ke depan,” ucapnya.

Langkah Yudi terus maju. Beberapa waktu lalu, dia menyampaikan orasi ilmiah guru besar terkait Pengembangan Struktur Nano dan Material Maju untuk Media Penyimpan dan Divais Multifungsi.

Prinsip Kerja Keras

Sebagai seorang dosen, Yudi akan sangat bahagia dan bangga jika para mahasiswa yang pernah dia bimbing memperoleh prestasi dan kesempatan yang lebih besar, ketimbang apa yang pernah dia raih.

Menurutnya, mencetak manusia sekaligus peneliti tangguh yang berintegritas menjadi harapan dan impian terbesarnya.

“Suatu kenikmatan tersendiri mendapat kabar kalau murid-murid dan para mahasiswa saya mendapatkan keberhasilan dalam menggapai cita-cita mereka,” katanya.

Sejak kecil, dia memiliki prinsip yang ditanamkan oleh orangtuanya yakni selalu bekerja keras. Ketika masih anak-anak, Yudi selalu diperkenalkan dengan tokoh-tokoh besar yang berhasil berkat kerja keras.

“Saya lahir dan besar dari daerah yang relatif kecil. Untuk membuka peluang agar menjadi orang yang bermanfaat tentunya diperlukan kerja keras yang berlipat ganda dibandingkan kawan-kawan dari daerah yang lebih maju,” jelasnya.

Dia juga memperoleh pesan dari kedua orangtuanya agar menerapkan integritas. Yudi meyakini, integritas adalah sumber dari suatu kepercayaan yang perlu dijaga dan dipelihara. Dengan integritas, seseorang akan mencapai keberhasilan yang lebih tinggi.

Kepada generasi muda, Yudi menyampaikan bahwa menjadi ilmuwan di Indonesia masih menjadi pilihan yang tidak populer. Apalagi perkembangan fisika di Tanah Air dibandingkan negara maju masih tertinggal. Salah satu yang menjadi penyebabnya adalah rendahnya budaya ilmiah dan kurangnya dukungan infrastruktur riset yang tersedia.

Baca Juga: Kisah Hidup Pemilik TX Travel Anton Thedy, Tukang Jalan-jalan Sejak SD

Hal itu akan memperlihatkan juga rendahnya apresiasi dan dukungan dari berbagai kalangan terutama pemerintah terhadap perkembangan ilmu dasar, termasuk fisika.

Dia berharap, kekurangan tersebut bisa diperbaiki dalam waktu dekat dengan bertambahnya dukungan para pihak yang berkepentingan terhadap perkembangan ilmu-ilmu dasar.

Yudi meyakini pemahaman yang mendalam terhadap fisika akan mengantarkan seseorang kepada pemahaman terhadap alam semesta, baik dari yang terkecil sampai ke yang terbesar atau terluas, dari yang terlihat sampai yang tidak terlihat.

“Kita perlu menaklukkan hati untuk tidak tergoda dengan hingar bingarnya dunia popularitas di luar sana terutama di luar kegiatan sebagai peneliti dan ilmuwan yang terkadang sangat sunyi, khususnya dalam memahami bidang fisika,” tuturnya.

Leave A Reply

Your email address will not be published.