BERNAS.ID – Perusahaan teknologi Warung Pintar mentransformasi digitalisasi seluruh pelaku dalam ekosistem bisnis warung melalui Warung Pintar Group.
Warung Pintar adalah perusahaan teknologi yang berfokus pada mendigitalisasi warung. Sementara Warung Pintar Group melakukan digitalisasi secara menyeluruh rantai distribusi, yang terkait dengan bisnis warung.
Dalam konferensi pers virtual yang digelar Rabu (7/7/2021), langkah digitalisasi distribusi produk mulai dari pemilik warung maupun toko kelontong, pengusaha grosir, distributor, hingga brand perlu dilakukan untuk menghadapi era pascapandemi.
“Bagaimana Warung Pintar ini nggak cuma survive di masa pandemi, tapi terus berjalan setelah pandemi dan bahkan jadi lebih kuat, dan jawabannya melalui digital,” kata CEO dan Co-Founder Warung Pintar Agung Bezharie Hadinegoro.
Baca Juga: Halo Pengusaha, Mulailah Digitalisasi Bisnis agar Tidak Ditinggal Pelanggan
Keputusan untuk merangkul setiap peran dalam ekosistem bisnis warung itu diambil berdasarkan apa yang telah terjadi selama pandemi berlangsung.
Agung menyebutkan, awal pandemi membuat penjualan di warung-warung mengalami penurunan, terutama yang berada di area permukiman, perkantoran, dan komersial. Hasil survei internal Warung Pintar Group menunjukkan sebanyak 93% pemilik warung mengalami penurunan penjualan hingga 28%.
Sementara, dampak pada distribusi atau supply chain terdapat peningkatkan penjualan produk penambah imun dan kesehatan. Namun, harga barang yang naik berdampak pada warung.
Dengan begitu, seluruh stakeholder yang berperan pada rantai distribusi barang-barang di warung perlu dirangkul, yang kemudian akan menciptakan transparansi harga.
“Kita masukin wholesaler yang bisa melayani warung. Kita bikin Grosir Pintar, jadi toko grosir bisa masuk ekosistem. Ini menciptakan visibiltas dan transparansi yang sebelumnya nggak ada,” ujar Agung.
Grosir Pintar merupakan salah satu aplikasi Warung Pintar Group, yang menghubungkan toko grosir dengan pemilik warung dalam jarak 5-10 km.
Menurut data Warung Pintar, sekitar 30% warung yang terletak di area gang sudah dilayani melalui aplikasi tersebut. Pemilik warung bisa dengan mudah memilih produk dari toko grosir dengan harga yang sesuai.
Sebagai informasi, sebesar 74% atau sekitar US$267 miliar bisnis ritel Indonesia terjadi di channel tradisional. Dari jumlah tersebut, warung mendominasi dengan 60%.
Meski begitu, suatu produk atau barang untuk sampai ke warung harus melewati distribusi yang berlapis, yang ternyata menurunkan efisiensi sekitar 20-25%.
“Warung Pintar punya solusi yang paling lengkap, mendigitalisasi semua stakeholder dalam supply chain warung sehingga lebih transparan,” tuturnya.
Secara rinci, Agung menjelaskan solusi digital yang ditawarkan untuk mengembangkan ekosistem warung, seperti pengelolaan stok dengan harga kompetitif dari berbagai sumber.
Untuk grosir, akses terhadap layanan logistik menjadi lebih mudah sekaligus memperluas jaringan ke warung-warung. Untuk distributor, perencanaan permintaan dan pasokan, serta manajemen armada juga bisa dilakukan melalui aplikasi.
Untuk brand, transparasi dan visibilitas data terbuka sehingga perusahaan bisa memperdalam penetrasi pasar dan bisa langsung promosi produk ke pemilik warung.
Baca Juga: Digitalisasi Jadi Inovasi UMKM Dalam Hadapi New Normal
“Walau ada minmarket, supermarket, tapi orang masih ke warung. Jadi warung adalah benang mengikat di sosial kita, yang bagian dari komunitas lokal,” ujar Agung.
Dari yang semula berupa 5.000 gerobak kuning pada 2019, Warung Pintar kini memiliki lebih dari 500.000 warung yang terdaftar, yang tersebar di 200 kota/kabupaten di Indonesia.
Dari jumlah tersebut, terdapat lebih dari 106.000 warung yang melakukan transaksi setiap bulan. Sementara, adasekitar 600 grosir yang aktif, dengan 55 distribution point. Dengan jutaan transaksi yang dikelola, Warung Pintar menargetkan satu juta mitra warung pada tahun depan.
“Kita harus mengerjakan bersama, proses digitalisasi terjadi karena nggak cuma Warung Pintar saja, tapi dibantu grosiran dan distributor,” kata Agung.