BERNAS.ID – Sejak mulai Taman Kanak-kanak atau TK, perempuan ini tidak pernah berhenti untuk terus mengejar pendidikan sampai meraih gelar doktor di Inggris.
Perempuan asal Bandung tersebut kini menjadi Guru Besar Institut Teknologi Banding (ITB), Kelompok Keahlian Rekayasa Air dan Limbah Cair. Dia adalah Prof. Ir. Mindriany Syafila, M.S, Ph.D. Berbincang kepada Bernas.id, dia bercerita tentang setiap proses hidup yang dia jalani.
Sebagai informasi, Mindriany kini tergabung dalam Satuan Tugas (Satgas) Citarum Harum. Program yang dipimpin oleh Gubernur Jawa Barat Ridwal Kamil ini berfokus pada penanganan limbah industri, peternakan, sampah, pemantauan kualitas air sungai, dan sebagainya.
Sementara itu di dunia pendidikan, Mindriany sudah sejak 2003 berhadapan dengan calon mahasiswa di ITB. Beberapa tahun terakhir, namanya juga kerap muncul dalam pemberitaan tentang seleksi penerimaan mahasiswa baru ITB sebagai Direktur Eksekutif Pengelolaan Penerimaan Mahasiswa dan Kerjasama Pendidikan ITB.
Baca Juga: Perjalanan Profesor Khairurrijal, Dari Sistelnas hingga Guru Besar ITB
Berkecimpung dalam penelitian dan pengelolaan penerimaan mahasiswa, bagaimana mantan Siswa Teladan Nasional ini mengawali minatnya terhadap lingkungan dan masyarakat?
Memilih Bandung
Mindriany kecil dan keluarganya harus meninggalkan Medan, Sumatra Utara, ketika sang ayah yang seorang tentara ditugaskan di Bandung, Jawa Barat.
Pada 1967, pertama kali dia merasakan pendidikan formal, yang akan mengantarkannya ke jenjang yang lebih tinggi. Suatu saat, ayahnya dipindahtugaskan di Jakarta. Namun, keluarganya tidak mau ikut karena sudah terlanjur nyaman dengan Bandung.
“Walau ayah saya pernah dipindahkan ke Jakarta, tapi kami nggak mau, enakan sekolahnya di Bandung. Jadi anak-anaknya sekolah di Bandung,” katanya.
Mindriany terus mengukir prestasi sepanjang duduk di bangku sekolah. Dia kerap terpilih sebagai pelajar teladan di tingkat provinsi ketika SD dan SMP.
Saat menempuh pendidikan di tingkat SMA, dia terpilih sebagai Siswa Teladan Nasional atau Sistelnas pada Agustus 1979 di Jakarta. Sistelnas adalah kompetisi siswa berprestasi tingkat nasional yang digelar sejak kepemimpinan Presiden Soeharto.
Pencarian Minat
Meski termasuk pelajar teladan yang prestasi akademiknya tidak diragukan lagi, nyatanya Mindriany belum menunjukkan ketertarikan di bidang-bidang tertentu.
Memang ketika SMA dia memilih jurusan IPA. Dia mengaku tidak berbakat untuk mendalami IPS. Walau begitu, dia juga tidak tertarik dengan jurusan kedokteran yang butuh kemampuan menghafal. Bangku SMA menjadi masa pencarian minat baginya. Mindriany cenderung lebih menyukai hal-hal yang lebih ke arah praktik.
“Pada tahun 1980 itu memang masih mencari, lalu pernah konsultasi juga, arahannya memang ke bidang-bidang yang sipil dan lingkungan,” ujarnya.
Baca Juga: Kisah Taufik Jamaan, Wujudkan Asa Jadi Dokter dan Dorong Wisata Medis di Indonesia
Pada akhirnya, dia memilih ITB sebagai pelabuhannya mengenyam pendidikan tingkat lanjut. Dia bercerita kala itu ada jurusan teknik sipil dan perencanaan, yang pada akhirnya dia berminat pada konsentrasi studi teknik penyehatan.
Teknik penyehatan adalah suatu ilmu yang menjembatani antara bidang sipil, dalam hal ini pembangunan dan infrastruktur, dengan kesehatan masyarakat. Teknik penyehatan berbicara tentang sanitasi, kualitas air, dan kuantitas air untuk masyarakat.
“Teknik penyehatan bukan hanya mencakup air saja, tapi juga ke udara, air, dan sampah. Kalau sekarang menjadi lebih luas cakupannya sehingga sebutannya teknik lingkungan,” tuturnya.
Ternyata, proses pencarian minatnya tidak berhenti ketika sudah menyelesaikan kuliah S1. Lulus pada Maret 1985, Mindriany melanjutkan S2 di ITB pada Juli 1985.
Berhasil menyelesaikan program magister dalam waktu dua tahun, tepatnya pada 12 September 1987, kemudian dia berangkat ke Inggris pada 28 September 1987 untuk menempuh S3.
Dia ingat betul ketika kuliah pertamanya di The Victoria University of Manchester akan dimulai pada 5 Oktober 1987. Memang tidak perlu jeda waktu yang panjang baginya untuk melanjutkan pendidikan.
“Sebenarnya saya menjalaninya ya sebagai keseharian saja,” katanya.
“Hanya kalau kita lihat perbedaannya, belajar di dalam dan di luar negeri, memang di sana mandiri banget. Kita harus mengerjakan segala sesuatu sendiri,” imbuhnya.
Ada sedikit tips bagi pelajar untuk memilih jurusan kuliah yang tepat. Menurut Mindriany, hal itu bukan tergantung dengan perguruan tinggi mana, tapi lebih kesanggupan untuk menyelesaikan kuliah.
“Saya sejak 2003 di ITB berhadapan dengan calon mahasiswa dan memotivasi mereka. Yang selalu kami tekankan, mereka harus mencari potensi diri dulu, senangnya apa dari awal,” katanya.
Baca Juga: Kisah Hidup Pemilik TX Travel Anton Thedy, Tukang Jalan-jalan Sejak SD
Ketika sudah menemukan potensi dan minat, tahap selanjutnya adalah memikirkan apa yang bisa dipraktikkan dari ilmu yang akan diperoleh selama kuliah.
“Kemudian cari perguruan tinggi mana yang kira-kira sesuai, bukan soal wah, tapi yang sekiranya mampu dan bisa menyelesaikan,” ujarnya.
Pengabdian Masyarakat
Setelah banyak hal yang dilakukan, termasuk penelitian, ada yang paling melekat di benak Mindriany dan sampai saat ini masih berlangsung, yakni riset mencari nilai tambah dari limbah yang dibuang.
Jadi, riset itu berbeda dengan penelitian sebelumnya tentang pengolahan limbah yang berfokus pada efisiensi yang harus dipenuhi dalam baku mutu air limbah. Diakuinya, proyek pencarian nilai tambah dari limbah dengan optimasi pembentukan biohidrogen dan bioetanol itu cukup sulit.
“Jadi kita harus bisa tepat nih, bagaimana memproduksi bioetanol atau biohidrogen yang optimum, karena gangguannya (kandungan) banyak di dalam limbah,” jelasnya.
“Kalau penelitian yang lama mengurangi konsentrasi senyawa tertentu atau logam tertentu untuk memenuhi baku mutu, sudah ada dan bisa (dilakukan),” imbuhnya.
Dia berharap riset terkait pengolahan limbah menjadi bioetanol dan biohidrogen dapat segera diselesaikan, sehingga dapat dimanfaatkan bagi kepentingan bersama. Di samping itu, dia juga selalu mengingatkan jika penelitian tentang lingkungan tidak boleh dilakukan terpisah tanpa memikirkan dampak lain yang terkait.
“Karena pada saat mengolah limbah tadi, maka akan ada gas yang mengarah ke udara, artinya itu juga harus kita perhatikan,” katanya.
“Pada saat kita harus mengolah limbah, itu akan ada limbah padat yang terbentuk. Jadi kita harus bicara lingkungan menjadi suatu kesatuan,” imbuhnya.
Mindriany juga menyoroti masih kentalnya ego sektoral di antara para stakeholder dalam menangani masalah lingkungan.
“Kita harus sama-sama menata lingkungan menjadikan lingkungan yang lebih baik. Jangan ada egoisme masing-masing bidang itu muncul,” tuturnya.
Apa yang ingin diraih oleh Mindriany selanjutnya adalah pengabdian masyarakat. Sudah sejak dua tahun terakhir, dia tergabung dengan tim Satgas ITB untuk Citarum Harum. Dalam tugasnya tersebut, dia melihat bagaimana masalah kesehatan masyarakat masih belum tertangani dengan baik.
“Ternyata jargon 4.0 atau 5.0 dengan melihat kondisi sekarang pada masyarakat di daerah terpencil, di mana hanya beberapa kilometer dari Bandung, orang bicara soal 4.0, saya melihatnya 0.0 untuk masalah kesehatan masyarakat,” katanya.
Tak Sekadar Lulus
Sebelum mengakhir pembicaraan dengan Bernas.id, Mindriany memiliki pesan khusus bagi generasi muda. Saat ini, fenomena pelajar yang ingin langsung menyelesaikan pendidikan hingga S3 seperti dirinya telah banyak terjadi.
Bahkan pada usia 20-an tahun, sudah ada yang berhasil meraih gelar doktor. Namun, jangan sampai ilmu yang diperoleh selama menempuh sekolah tidak terpakai.
Baca Juga: Perjalanan Kaprodi Arsitektur UNMAHA Raih Beasiswa di Inggris
“Saya selesai S3 umur 30 tahun. Sekarang banyak juga yang seperti itu. Pada masa penelitian S3, karena banyaknya di laboratorium maka juga kita harus melihat keluar juga,” ucapnya.
Ketika kuliah S3 di Inggris, saat itu Mindriany telah menjadi dosen di ITB. Ketika menyelesaikan studi tersebut, dia sudah punya pandangan jika ilmunya harus diterapkan untuk penelitian.
Dia berharap generasi muda harus memiliki wawasan untuk mengamalkan ilmunya setelah selesai kuliah. Jangan sampai terlena oleh waktu tanpa melakukan apapun.
“Jangan cuma menyelesaikan sekolah. Apa yg didapatkan di sekolah tadi kemudian dapat dimanfaatkan dengan baik,” pesannya.