Jika ingin tinggal di hunian nyaman, sekaligus murah, dan ramah lingkungan, ada baiknya mencoba rumah pasif. Berbeda daripada rumah-rumah pada umumnya, rumah pasif dapat menghemat penggunaan energi listrik lebih dari 50 persen.
Dalam bahasa Indonesia, pasif artinya tidak bergerak atau tidak bekerja. Pada kasus rumah pasif, maksudnya rumah tersebut tidak menggunakan banyak peralatan listrik yang bekerja atau beroperasi, seperti AC, heater, dan lain sebagainya.
Sebagai misal, untuk mengatur suhu ruangan, rumah pasif tidak menggantungkan pada alat pengatur suhu, baik itu air conditioner (AC) atau pemanas ruangan (heater).
Dalam mengatur suhu ruangannya, konsep rumah pasif berfungsi menyerap energi matahari, lalu menyimpannya sedemikian rupa sehingga ruangan terasa sejuk sepanjang waktu, tanpa membutuhkan alat pengatur suhu tambahan.
Konsep Rumah Pasif
Konsep Rumah Pasif (Foto: acarchitects)
Karena bertujuan untuk menghemat energi, rumah pasif memaksimalkan cahaya matahari seoptimal mungkin. Sebagai misal, atap rumah pasif akan dipasang panel surya untuk menyerap sinar matahari dan mengonversinya menjadi energi listrik untuk kebutuhan rumah tangga.
Kemudian, jendela-jendela rumah pasif juga dibuat lebar dan terdapat cukup banyak kaca untuk menyerap panas matahari dan membuatnya bertahan dalam rumah. Jendela-jendela besar itu juga membuat rumah pasif terasa cerah dan hangat.
Berkat serapan sinar matahari itu, suhu udara tidak keluar lagi dan diatur sedemikian rupa sehingga rumah pasif tidak membutuhkan pemanas buatan. Untuk melakukan hal itu, bangunan rumah pasif harus menghadap ke arah pancaran sinar matahari.
Di Eropa, terutama Jerman dan Austria, pembangunan rumah pasif ini amat populer. Wajar, karena termasuk negara dengan empat musim, jika datang musim panas, maka warganya membutuhkan pendingin ruangan, demikian juga di musim dingin, maka pemanas ruangan menjadi kebutuhan yang lain. Baik AC ataupun heater menjadi kebutuhan pokok dalam rumah tangga. Hal ini berbeda dengan Indonesia yang menjadikan AC atau pemanas ruangan sebagai kebutuhan sekunder saja.
Konsep rumah pasif yang ramah energi, tidak membutuhkan pengatur suhu ruangan buatan menjadikan bangunan rumah pasif menjadi primadona. Kendati pembangunannya lebih mahal daripada rumah biasa, namun dalam jangka panjang, rumah pasif akan lebih irit dalam penggunaan listrik dan juga ramah lingkungan.
Baca juga: Rumah Kontainer dari Sejarah, Desain, Kelebihan, hingga Kekurangannya
Empat Syarat Rumah Pasif
Empat Syarat Rumah Pasif (Foto: passiv)
Menurut Institut Rumah Pasif (IRP) yang berbasis di Jerman, untuk menyebut suatu hunian sebagai rumah pasif, syaratnya ada empat sebagai berikut:
- Pemanas ruangan dalam rumah pasif tidak boleh melebihi 15 kWh per meter persegi dalam setahun. Ukuran ini setara dengan penggunaan 10 watt per meter persegi dalam kuantitas paling banyak. Hal ini berbeda dengan rumah pada umumnya yang membutuhkan 100 Watt per meter persegi.
- Energi listrik total yang digunakan untuk semua peralatan domestik, mencakup pemanas, AC, kulkas, dan lain sebagainya tidak melebihi 60 kWh per meter persegi dalam setahun.
- Kondisi ruangan rumah pasif adalah kedap udara. Pergantian udaranya mesti tidak boleh lebih dari 10 persen per jam dalam 50 tekanan pascal.
- Kehangatan udara dalam rumah pasif harus nyaman dan terkondisikan. Suhunya rata-rata adalah sebesar 25 derajat Celcius.
Jika suatu hunian tidak memenuhi empat syarat di atas, maka rumahnya belum bisa dikategorikan sebagai rumah pasif.
Kendati belum populer di Indonesia, namun pembangunan rumah pasif ini patut dicoba. Indonesia adalah negara tropis yang selalu memperoleh paparan sinar matahari, maka pemanfaatkan tenaga surya seharusnya digalakkan untuk melestarikan penggunaan energi terbarukan ini.
Baca juga: Mengenal Flat House dari Pengertian, Kelebihan, hingga Kekurangannya