YOGYAKARTA, BERNAS.ID – Calon tunggal Kapolri, Komjen Listyo Sigit melakukan silaturahmi ke sejumlah mantan Kapolri untuk minta doa restu. Tak hanya itu, ia juga meminta wejangan sebelum mengemban tugas menjadi orang nomor satu di Korps Bhayangkara.
Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono menyampaikan, anjangsana ini dilakukan sebagai bentuk penghormatan generasi muda Polri terhadap pimpinan Polri yang berjasa membentuk organisasi Kepolisian. “Silaturahmi ini merupakan tradisi dan bentuk penghormatan kepada pendahulu,” kata Argo dalam keteranganya, Sabtu (16/1/2021).
Sejumlah mantan Kapolri yang disambangi antara lain, Jenderal (Purn) Sutarman, Jenderal (Purn) Timur Pradopo, Jenderal (Purn) Badrodin Haiti, Jenderal (Purn) Roesman Hadi dan Jenderal (Purn) Roesdihardjo.
Terpisah, dalam keterangan tertulisnya, Koalisi Masyarakat untuk Udin (KAMU) menuntut Kepala Kepolisian Republik Indonesia yang baru berani menuntaskan kasus pembunuhan wartawan Harian Bernas Fuad Muhammad Syafruddin (Udin).
KAMU memberikan catatan sebanyak 14 kapolri yang pernah menjabat, mulai dari Letnan Jendral Polisi Dibyo Widodo hingga Idham Aziz gagal menuntaskan kasus Udin. Koalisi ini berharap Kapolri baru kelak tidak menunda keadilan bagi keluarga Udin, seperti kapolri-kapolri sebelumnya. ?Sejarah akan mencatat rekam jejak Kapolri baru terkait Kasus Udin ke depan. Pendobrak kebekuan kasus Udin ataukah pelanggeng impunitas dalam kasus Udin,? kata Koordinator KAMU, Tri Wahyu KH, Sabtu (16/1/2021).
Udin dibunuh pada 16 Agustus 1996 saat institusi kepolisian masih menjadi bagian dari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI). Institusi kepolisian yang berada dalam rezim represif, korup dan otoriter pada rezim Orde Baru acap melakukan penyimpangan mandat seperti pelanggaran hak asasi manusia, penggunaan kekerasan secara berlebihan, penyalahgunaan kekuasaan, dan praktek korupsi.
Waktu itu, kepolisian dalam menangani kasus Fuad Muhammad Syafrudin, atau acap dikenal sebagai Udin, dianggap publik tidak bekerja maksimal. “Pelaku” yang tertangkap pun akhirnya dibebaskan Pengadilaan Negeri Bantul karena tidak ada bukti kuat telah menghabisi nyawa Udin. Sidang di pengadilan Bantul juga menampilkan ke publik tentang sisi gelap “penyidikan sesat” oleh anggota Polres Bantul Edy Wuryanto.
Sejawat Udin sesama jurnalis tidak puas atas kinerja kepolisian dan menginvestigasi sendiri kasus itu melalui tim Kijang Putih. Hasilnya? Udin diduga dibunuh karena menulis berita-berita tentang korupsi. Sri Roso Sudarmo, Bupati Bantul waktu itu menolak hasil investigasi sejawat Udin yang mengarah kepadanya. Tidak lama berselang, Kapolres Bantul saat itu menebalkan pernyataan Sri Roso.
“Itu hanyalah sejumlah kejanggalan dalam rentetan kasus Udin yang hingga kini tidak pernah ketemu siapa pelaku dan aktor intelektual sebenarnya,” katanya.
Selang dua tahun kasus Udin, Soeharto lengser dari kursi presiden setelah menjabat 32 tahun. Lantas B.J. Habibie yang semula wakil presiden naik sebagai presiden. Tak lama kemudian, kursi presiden digantikan oleh Gus Dur. Pada masa itulah, pemisahan antara TNI dan Polri terjadi, yang sebenarnya telah dimulai oleh Habibie dengan mengeluarkan Instruksi Presiden No 2/1999.
Reformasi institusi Polri punya tujuan bahwa polisi menangani hal-hal yang barkaitan dengan keamanan dan pengamanan di wilayah sipil. Secara hukum, reformasi kepolisian itu dikukuhkan dengan Tap MPR No. VI/2000 dan pemisahan dengan TNI melalui Tap MPR No. VIII/MPR/2000. Dengan pemisahan dua institusi ini diharap tugas kepolisian akan kembali sesuai akar sejarahnya yakni bertanggung jawab langsung pada presiden dan bebas dari berbagai kepentingan.
Namun, setelah 20 tahun pemisahan Polri dari TNI apa yang terjadi? Kasus Udin juga masih buram. Kepolisian yang memang sudah tak lagi setubuh dengan TNI, justru makin menguat, terutama sejak periode pertama pemerintahan Presiden Joko Widodo. Sejak 2014-2019, Presiden Joko Widodo memberi banyak di antara purnawirawan jabatan mulai dari kepala daerah, pengawas kementerian, Bulog, sepakbola dan lembaga anti korupsi. (*/jat).