BERNAS.ID – Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) memiliki peran penting dalam menunjang perekonomian. Tak heran jika banyak masyarakat yang berpartisipasi dalam sektor ini dengan berbagai bidang tentunya. Sebut saja transportasi, telekomunikasi, startup teknologi, kuliner, dan lain sebagainya.
Memulai dan merintis bisnis UMKM tidaklah mudah. Pada awalnya, para pelaku UMKM memiliki optimisme dan semangat yang begitu besar untuk menjalankan dan mengembangkan bisnisnya. Dalam hitungan bulan, mereka akan mendapati kenyataan bahwa berbisnis tidaklah mudah, meski berskala UMKM. Ada sebagian yang berhasil bertahan dan berkembang. Namun, tak sedikit pula yang harus rela menyingkir dari arena bisnis sebab mengalami kegagalan.
Dari sekian banyak permasalahan UMKM yang terjadi di Indonesia, beberapa permasalahan di bawah ini yang paling sering terjadi. Namun, jangan Anda jadikan permasalahan ini sebagai penghalang, melainkan sebuah tantangan yang harus dilalui demi kelangsungan usaha Anda sendiri.
1. Terlalu Banyak Menerima Masukan Bisnis
Ketika terjun di bisnis UMKM seringkali butuh masukan dari berbagai mentor apalagi orang yang telah berhasil menjalaninya dengan baik. Namun, beberapa masukan cerdas dalam menjalani bisnis UMKM dapat menciptakan situasi pada dua pilihan antara berhasil atau gagal.
Cara seseorang dalam menjalani bisnis UMKM belum tentu sama karena setiap orang memiliki cara masing-masing.
Ketika mendapatkan masukan atau saran-saran tertentu dari orang lain, maka ada baiknya tetap berusaha untuk memilahnya terlebih dahulu.
Proses memilah saran yang diberikan oleh orang lain juga bisa menjadi proses pembelajaran. Hal ini dikarenakan tidak semua masukan terkait menjalani bisnis UMKM harus diterapkan begitu saja.
Masukan atau saran yang kurang tepat ketika diaplikasikan ke dalam bisnis UMKM sendiri justru akan membahayakan. Maka dari itu, pilihlah mentor bisnis yang khusus bergerak di bidang sejenis sehingga lebih memudahkan karena memiliki pengalaman serupa.
2. Minimnya Modal
Permasalahan UMKM paling utama adalah modal usaha yang terbatas. Akibatnya, para pengusaha tidak bisa menaikkan jumlah produksinya untuk mencapai omzet lebih banyak.
Para pelaku UMKM mungkin saja memiliki banyak ide bisnis untuk mengembangkan usahanya, namun harus terhenti karena tidak adanya modal tambahan. Jika ditelusuri ke belakang, banyak pelaku UMKM yang kesulitan untuk mendapatkan modal tambahan.
Kendala ini merupakan salah satu yang paling menyebabkan kegagalan usaha kecil. Sering kali para pelaku usaha mencampurkan kas rumah tangga dengan pengeluaran untuk usaha. Tertib administrasi harus dilakukan sejak awal pendirian UMKM. Tidak boleh ada arus kas UMKM digabungkan dengan kas rumah tangga karena nanti tidak akan mendapatkan analisis maksimal dalam pengembangan usaha. Semua transaksi harus tercatat agar dapat dikaji ulang apakah ada pemborosan atau pengeluaran yang tidak wajar.
3. Minim Organisasi
Perbedaan perusahaan skala besar dengan UMKM terletak pada kemampuan mengorganisir setiap bidang tugas yang ada. Perusahaan besar umumnya memiliki sistem yang memungkinkan pelaksanaan tugas atau pekerjaan dilakukan oleh karyawan secara otonom. Artinya, setiap transaksi apapun yang berkaitan dengan bisnis perusahaan terdokumentasi secara lengkap dalam aplikasi atau perangkat lunak tertentu. Setiap karyawan yang berkepentingan dapat mengakses data transaksi sehingga tidak ada pengkhususan terhadap keahlian atau keterampilan tertentu yang justru dapat mempersulit bahkan menghambat kelancaran bisnis perusahaan.
Sementara yang terjadi pada UMKM justru sebaliknya. UMKM umumnya belum dilengkapi dengan sistem yang memungkinkan karyawan untuk bekerja secara otonom. Setiap aktivitas kerja pada UMKM cenderung tersentralisasi pada sang pemilik usaha, mulai dari pencatatan transaksi keuangan, jual beli, inventarisasi barang, hingga data supplier. Hal ini mengakibatkan akses karyawan terhadap bisnis UMKM terbatas. Karyawan tidak memiliki kebebasan dalam bernegosiasi dengan pelanggan, karena segala sesuatunya di bawah kendali pemilik UMKM.
Sentralisasi tugas atau pekerjaan pada UMKM ini entah disadari atau tidak justru akan menimbulkan masalah tersendiri. Bisnis akan sulit bertumbuh, karena hanya didominasi oleh perorangan, yakni sang pemilik. Jika suatu saat sang pemilik berhalangan kerja, seperti sakit, pergi ke luar kota, atau bahkan meninggal, maka operasional bisnis akan terganggu.
Sebab, karyawan tidak terbiasa mendapat delegasi tugas atau izin untuk mengakses transaksi bisnis dan keuangan. Tidak ada organisasi dan proses regenerasi agar bisnis tetap bisa berjalan. Akibatnya, jalannya bisnis hanya bergantung pada sang pemilik yang menguasai segalanya. Ketika sang pemilik tak lagi mampu meng-handle semua urusan, maka berakhir pulalah bisnis tersebut.
4. Kurang Memahami dan Memprioritaskan Konsumen
Memprioritaskan konsumen tentu menjadi salah satu tujuan dalam memulai bisnis UMKM. Padahal selain mendapatkan sebuah keuntungan, bisnis UMKM pun seharusnya juga perlu memahami serta memprioritaskan kebutuhan konsumen.
Maka dari itu, strategi dalam memulai bisnis UMKM termasuk menentukan harga jual serta potensi produk perlu diperhatikan dengan baik. Tujuannya sederhana agar para konsumen seolah merasa dimengerti atas segala yang mereka butuhkan. Lalu usai meluncurkan sebuah produk, maka perlu sekali memantau komunikasi yang baik bersama konsumen agar hubungannya tetap terjaga.
5. Ekspektasi Terlalu Tinggi, Namun Tidak Fokus dalam Mengembangkan UMKM
Dalam menjalani bisnis UMKM, berekspektasi terlalu tinggi sebenarnya sah-sah saja. Hanya saja perlu sekali mengubah sebuah ekspektasi menjadi aksi nyata, sehingga menghasilkan sebuah keuntungan.
Meskipun hasil yang diinginkan membutuhkan dalam sebuah bisnis memerlukan proses serta waktu tidak singkat, maka perlu sekali kerja keras dalam meraihnya.
Bicara mengenai ekspektasi dan kerja keras semua ini memang perlu dicapai termasuk mengenal keinginan konsumen. Terkadang beberapa pemain bisnis UMKM seringkali lambat masuk ke pasar, sehingga tidak dapat mengembangkan produknya dan berakhir gagal menyaingi para pesaing.
Padahal ketika tetap menjalani bisnis dengan fokus serta mengembangkan produk agar semakin lebih baik. Berbagai saran dari konsumen pun perlu direspon dan diamati dengan baik, sehingga membuat usaha UMKM berkembang sesuai harapan.
Bagi Anda yang berencana menekuni bisnis yang menguntungkan seperti bisnis properti misalnya, kini ada inovasi terbaru yang memungkinkan Anda menjadi agen properti sukses dengan cara yang mudah dan efisien. Bernas Group melalui Viral Property menyelenggarakan program Gotong Royong Digital yang memungkinkan Anda untuk mendapatkan komisi dari properti di seluruh Indonesia tanpa harus repot terjun langsung ke lapangan. Daftarkan diri Anda segera melalui link berikut ini: https://bernas.info/ViralProperty. (tds)