YOGYAKARTA, BERNAS.ID- Aksi budaya dengan mengerahkan puluhan Gerobak Sapi oleh korban jual beli apartemen Malioboro City akan segera dilakukan. Hal itu dilakukan setelah belum adanya kejelasan penerbitan SLF dari Pihak Pemkab Sleman maupun stakeholder lainnya.
Untuk itu, para korban Malioboro City siap menggelar Pisowanan dengan membawa Gerobak Sapi ke Kraton Yogyakarta,ini sebagai simbol keprihatinan dan luapan kegeraman kami masyarakat korban mafia pengembang Inti hosmed.
Baca Juga Kejari Sleman Diminta Pakai Strategi Klaster Bongkar Dugaan Korupsi Hibah Pariwisata
Koordinator aksi budaya Pisowanan Gerobak Sapi sekaligus Ketua Perhimpunan Penghuni Pemilik Satuan Rumah Susun (P3SRS) Apartemen Malioboro City Yogyakarta, Edi Hardiyanto menyebutkan tidak adalagi jalan lain selain meminta pertolongan dari Raja Keraton Yogyakarta Sri Sultan HB X sebagai pengayom warga jogja.
“Aksi budaya ini untuk.memohon bantuan dari Sultan HB X, supaya mendengar.jerit hati kami, para korban mafia pengembang, yang juga telah merusak iklim investasi di DIY,” tutur Edi.
Menurut Edi, berlarutnya persoalan SLF karena tidak adanya keberpihakan terhadap para korban, dalam hal ini komsumen, yang sudah membayar lunas unit apartemen tersebut namun telah 12 tahun tanpa kejelasan legalitas. Mulai dari Sertifikat Laik Fungsi (SLF) bangunan serta SHM SRS.
“Dari awal perijinan nya sudah tidak beres ini harus diusut ,pengawasan dari pemkab Sleman juga tidak ada sehingga bangunan gedung tersebut berdiri tanpa SLF (Sertifikat Laik Fungsi) dan sampai saat ini pemkab Sleman berdiam diri tidak berani ambil keputusan jelas jelas pihak pengembang sudah memenuhi unsur pidana karena telah merugikan masyarakat,” ungkap Edi.
Sementara Sekretaris P3SRS Malioboro City, Budijono menyampaikan bahwa tidak ada keseriusan pemda Sleman dalam menyelesaikan persoalan dari para Korban Mafia Pengembang yang merugikan konsumen dan masyarakat.
“Kami sampaikan jika sampai saat ini belum ada keseriusan dari pihak Pemkab sleman dalam mengeluarkan SLF (Sertifikat Laik Fungsi) begitu juga dengan pihak Polda DIY yang diminta fasilitasi penyelesaian masalah ini juga kami melihat tidak berani mengambil langkah tegas berani dalam memberikan rekomendasi untuk penerbitan SLF” ucap Budi.
Ia menyampaikan SLF itu untuk infrastruktur gedungnya dan SHM SES untuk legalitas kepemilikan, namun hingga kini terkesan dibuat sulit, sehingga para korban menduga sengaja dibuat sulit dan mengulur waktu dalam menyelesaikan persoalan yang merugikan banyak konsumen/masyarakat.
“Kami kecewa berat kinerja Pemkab Sleman dan sikap Polda DIY yang tidak tegas berani ambil sikap ini hak konsumen atau masyarakat korban mafia pengembang yang sudah belasan tahun tidak ada kejelasan. Kami melihat Pemkab Sleman dan pihak pihak lainnya lebih mengedepankan mencari aman masing masing, jelas Budijono, Sekretaris Malioboro City.
Aksi gerobak sapi rencananya akan digelar didua titik yakni Pisowanan di Keraton Yogyakarta dan Mapolda DIY. “Rencananya kami akan datangi Mapolda DIY dan Keraton DIY pada 22 Januari mendatang. Gerobak sapi menjadi simbol perjuangan para korban.
“Dalam aksi keprihatinan kami karena pemerintah Sleman justru kami rasakan jelas-jelas berpihak mafia pengembang dari pada rakyatnya. Ini sudah merugikan masyarakat, dimana pemerintah takut sama mafia dan tidak berani berpihak pada kebenaran yang diperioritaskan menyelamatkan karir dan cari aman,” pungkas Budi (jat)
Aksi budaya dengan mengerahkan puluhan Gerobak Sapi oleh korban jual beli apartemen Malioboro City akan segera dilakukan. Hal itu dilakukan setelah belum adanya kejelasan penerbitan SLF dari Pihak Pemkab Sleman maupun stakeholder lainnya.
Untuk itu, para korban Malioboro City siap menggelar Pisowanan dengan membawa Gerobak Sapi ke Kraton Yogyakarta,ini sebagai simbol keprihatinan dan luapan kegeraman kami masyarakat korban mafia pengembang Inti hosmed.
Koordinator aksi budaya Pisowanan Gerobak Sapi sekaligus Ketua Perhimpunan Penghuni Pemilik Satuan Rumah Susun (P3SRS) Apartemen Malioboro City Yogyakarta, Edi Hardiyanto menyebutkan tidak adalagi jalan lain selain meminta pertolongan dari Raja Keraton Yogyakarta Sri Sultan HB X sebagai pengayom warga jogja.
“Aksi budaya ini untuk.memohon bantuan dari Sultan HB X, supaya mendengar.jerit hati kami, para korban mafia pengembang, yang juga telah merusak iklim investasi di DIY,” tutur Edi.
Menurut Edi, berlarutnya persoalan SLF karena tidak adanya keberpihakan terhadap para korban, dalam hal ini komsumen, yang sudah membayar lunas unit apartemen tersebut namun telah 12 tahun tanpa kejelasan legalitas. Mulai dari Sertifikat Laik Fungsi (SLF) bangunan serta SHM SRS.
“Dari awal perijinan nya sudah tidak beres ini harus diusut ,pengawasan dari pemkab Sleman juga tidak ada sehingga bangunan gedung tersebut berdiri tanpa SLF (Sertifikat Laik Fungsi) dan sampai saat ini pemkab Sleman berdiam diri tidak berani ambil keputusan jelas jelas pihak pengembang sudah memenuhi unsur pidana karena telah merugikan masyarakat,” ungkap Edi.
Sementara Sekretaris P3SRS Malioboro City, Budijono menyampaikan bahwa tidak ada keseriusan pemda Sleman dalam menyelesaikan persoalan dari para Korban Mafia Pengembang yang merugikan konsumen dan masyarakat.
“Kami sampaikan jika sampai saat ini belum ada keseriusan dari pihak Pemkab sleman dalam mengeluarkan SLF (Sertifikat Laik Fungsi) begitu juga dengan pihak Polda DIY yang diminta fasilitasi penyelesaian masalah ini juga kami melihat tidak berani mengambil langkah tegas berani dalam memberikan rekomendasi untuk penerbitan SLF” ucap Budi.
Ia menyampaikan SLF itu untuk infrastruktur gedungnya dan SHM SES untuk legalitas kepemilikan, namun hingga kini terkesan dibuat sulit, sehingga para korban menduga sengaja dibuat sulit dan mengulur waktu dalam menyelesaikan persoalan yang merugikan banyak konsumen/masyarakat.
“Kami kecewa berat kinerja Pemkab Sleman dan sikap Polda DIY yang tidak tegas berani ambil sikap ini hak konsumen atau masyarakat korban mafia pengembang yang sudah belasan tahun tidak ada kejelasan. Kami melihat Pemkab Sleman dan pihak pihak lainnya lebih mengedepankan mencari aman masing masing, jelas Budijono, Sekretaris Malioboro City.
Aksi gerobak sapi rencananya akan digelar didua titik yakni Pisowanan di Keraton Yogyakarta dan Mapolda DIY. “Rencananya kami akan datangi Mapolda DIY dan Keraton DIY pada 22 Januari mendatang. Gerobak sapi menjadi simbol perjuangan para korban.
“Dalam aksi keprihatinan kami karena pemerintah Sleman justru kami rasakan jelas-jelas berpihak mafia pengembang dari pada rakyatnya. Ini sudah merugikan masyarakat, dimana pemerintah takut sama mafia dan tidak berani berpihak pada kebenaran yang diperioritaskan menyelamatkan karir dan cari aman,” pungkas Budi (jat)