JAKARTA, BERNAS.ID – Kebijakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen kembali menjadi perdebatan hangat di tengah masyarakat. Sebagai lembaga yang mewakili aspirasi daerah, sikap Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) menjadi sangat penting. Akankah DPD RI mendukung, meminta penundaan, atau justru menolak kebijakan ini sepenuhnya?
Ketua Himpunan Masyarakat Nusantara (Hasrat), Sugiyanto (SGY)-Emik, menyoroti dampak besar yang ditimbulkan kenaikan PPN terhadap kehidupan masyarakat, terutama mereka yang berada di lapisan ekonomi menengah ke bawah. “Sikap DPD RI harus tegas. Apakah mereka mendukung, meminta kebijakan ini ditunda, atau justru menolak sama sekali. Rakyat menunggu keberpihakan nyata,” ujar SGY.
Kenaikan PPN 12 persen, kata dia, sebenarnya bukan hal baru. Ketentuan ini telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Namun, implementasinya kini menuai kritik lantaran dinilai kurang tepat waktu di tengah lemahnya daya beli masyarakat pasca-pandemi dan kenaikan harga barang pokok.
Baca Juga : Dukung Kenaikan PPN 12 persen Fraksi PKB Kasih Catatan
“PPN yang dinaikkan saat kondisi ekonomi belum stabil jelas membebani masyarakat. Meski pemerintah mengatakan ini hanya untuk barang tertentu, dampaknya pasti dirasakan luas,” ungkap SGY.
Pemerintah menganggap kenaikan PPN ini penting untuk meningkatkan pendapatan negara guna mendanai program pembangunan. Namun, SGY menyayangkan alasan ini. Menurutnya, Indonesia kaya akan sumber daya alam yang bisa dioptimalkan untuk menambah pendapatan tanpa harus membebani rakyat.
“Pajak itu penting, tapi harus adil. Sebelum menaikkan PPN, pemerintah seharusnya memaksimalkan pengelolaan aset negara dan memberantas korupsi yang masih merajalela,” tegas SGY.
Baca Juga : Ketua DPR Harap Pemerintah Perhatikan Dampak PPN 12 Persen
Beberapa pihak juga menyarankan alternatif lain, seperti penerapan pajak kekayaan (wealth tax), pajak karbon, atau optimalisasi pendapatan dari ekonomi digital, yang dinilai lebih adil daripada menaikkan pajak yang berdampak pada semua lapisan masyarakat.
Menurutnya, posisi Politik DPD RI ditunggu. Sebagai lembaga yang mewakili kepentingan daerah, SGY berharap DPD RI bersikap berpihak pada rakyat. “Harapan kami, DPD RI memberikan masukan yang bijak dan objektif kepada pemerintah. Apa pun sikapnya, apakah menunda atau menolak, harus benar-benar mempertimbangkan kesejahteraan masyarakat luas,” tuturnya.
Pada akhirnya, SGY menegaskan pentingnya pengelolaan keuangan negara yang transparan dan bebas korupsi. “Pajak adalah alat untuk membangun bangsa, bukan untuk menindas rakyat. Jika kekayaan negara dikelola dengan baik, beban pajak rakyat seharusnya bisa diminimalkan,” pungkasnya.
Keputusan DPD RI akan menjadi salah satu indikator keberpihakan pemerintah kepada rakyat. Di tengah polemik ini, masyarakat berharap agar kebijakan apa pun yang diambil dapat benar-benar mencerminkan aspirasi mereka. (DID)