YOGYAKARTA, BERNAS.ID – Kemelut persoalan sampah di Kota Jogja segera tertangani. Komisi C DPRD Kota Jogja optimis penanganan sampah segera tertangani dengan baik seiring berjalannya pengelolaan sampah insinerator.
“Sebab, mulai awal tahun depan sekitar 230 ton sampah perhari dapat tertangani dengan dua sistem penanganan yaitu sistem Refuse Derived Fuel (RDF) dan sistem penggunaan insinerator,” terang Ketua Komisi A DPRD Kota Jogja, Bambang Seno Baskoro, usai bersama rombongan melakukan kunjungan lapangan di lokasi pengelolaan sampah dengan sistem insinerator ataupun termal, di kompleks terminal Giwangan, Selasa (17/12/24).
Politisi Partai Golkar itu menjelaskan dengan target tersebut maka volume sampah di Kota Yogyakarta yang mencapai sekitar 220 ton perhari akan dapat teratasi.
Baca Juga : FMSS Usulkan Solusi Persampahan ke Komisi C DPRD DIY
Saat ini sistem RDF dilaksanakan di beberapa titik yaitu di Niitikan, Kranon dan Karangwiri. Sementara itu pengelolaan sampah dengan sistem termal terdapat di Sitimulyo sebanyak dua unit insinerator dan di Giwangan juga terdapat dua unit Insinerator. Insinerator ini memiliki kapasitas pengolahan sampah sebanyak 15 ton perhari.
“Nah, sudah ada empat insinerator beroperasi. Setiap insinerator memiliki daya tampung 15 ton sampah perhari. Di bulan April 2025 akan kita tambah dua unit lagi, sehingga ditargetkan dari penyelesaian bulan Januari sebanyak 230 ton perhari, mulai bulan April meningkat menjadi 260 ton sampah perhari,” jelasnya.
Seno mengatakan di Kota Jogja terdapat 13 depo sampah dan tujuh Tempat Penampungan Sementara (TPS). Sampai saat ini memang masih ada sisa sisa timbunan sampah di beberapa titik namun secara berangsur akan dikurangi seiring beroperasinya insinerator.
“Tetapi, kami sampaikan inikan masih ada timbunan beberapa ton. Contoh salah satu depo sampah di Mandala Krida yang berkapasitas sekitar 20 ton. Nah, disana harus bersih dahulu dengan proses waktu. Sehingga sampai Januari sampah harian sudah tertangani dan sampah yang tertimbun di depo sampah itu butuh proses waktu,” terangnya.
Saat ditanya, apakah ada kendala dalam pengoperasian insinerator, Seno mengatakan perihal jumlah tenaga kerja memang masih belum ideal. Menurutnya perlu untuk menghitung kembali jumlah tenaga kerja yang beroperasi di insinerator.
“Tadi kami menanyakan dalam sehari mengolah 30 ton sampah, untuk sistem kerjanya terdapat tiga shift, dan setiap shift itu hanya ada lima orang. Artinya setiap shift harus menangani 10 ton yang dikerjakan oleh lima orang,” katanya.
“Sekarang bayangkan, masukin sampah, hanya ada lima orang, inikan tidak ideal. Maka dihitung kembali di APBD Perubahan. Idealnya setiap shift 10 orang,” lanjut Seno.
Selain itu, Seno menekankan menyangkut kendala sosial. Maka perlunya edukasi dengan masyarakat sekitar tempat insinerator, termasuk sistem RDF di Nitikan Kranon dan Karangwiri.
Tak sampai disitu, keseriusan Komisi C mendorong penanganan sampah akan dilanjutkan dengan mengupayakan penambahan pengadaan insinerator berbasis wilayah. Namun mesin insinerator tidaklah besar, hanya berkapasitas 5 ton sampah per hari.
“Sebagai contoh berbasis wilayah ini bisa diterapkan di Kemantren Kemantren, bisa ditambahkan lima unit lagi,” ucapnya.
Baca Juga : Komisi C Tak Puas dengan Proyek Pembangunan di TPA Piyungan
Hasil kunjungan tersebut menghasilkan beberapa catatan. Pertama, tahun 2025 di depo dan TPS harus menjadi tempat yang humanis, terjaga kesehatan, sosial, dan memenuhi unsur estetik.
Kedua, adanya insinerator berbasis wilayah. Ketiga, pengelolaan sampah baik dengan sistem RDF maupun insinerator harus tetap diperhatikan terkait kesehatan, dampak bau serta tenaga kerja. (Age)