JAKARTA, BERNAS.ID – Rencana menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% mulai Januari 2025. Meski pemerintah memberikan pembebasan pajak untuk beberapa barang kebutuhan pokok, kenaikan ini tetap memunculkan kekhawatiran, terutama pada barang dan jasa yang tidak mendapatkan fasilitas serupa.
Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan, bahwa konsumsi rumah tangga memiliki kontribusi besar terhadap perekonomian Indonesia, yakni lebih dari 50% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Dengan kebijakan yang komprehensif, pemerintah optimis dapat mengelola transisi menuju PPN 12% tanpa mengorbankan pertumbuhan konsumsi rumah tangga.
Baca Juga : Listrik di Bawah 6.600 Watt Tidak Dikenakan PPN 12 Persen, Berikut Item Lainnya
Menurut Airlangga, pemerintah optimis konsumsi dapat tumbuh di atas 5% pada 2025. Namun, ia juga mengakui bahwa kenaikan tarif PPN ini dapat memengaruhi pola belanja masyarakat, terutama untuk barang-barang non-pokok yang lebih rentan terhadap perubahan harga.
Salah satu sektor yang berpotensi terdampak adalah Fast-Moving Consumer Goods (FMCG), yang mencakup kebutuhan sehari-hari seperti makanan dan minuman dalam kemasan. Data menunjukkan sektor ini hanya tumbuh 1,1% pada November 2024, jauh di bawah pertumbuhan sektor teknologi seperti ponsel dan perangkat digital yang mencapai 4,3%.
“Kenaikan PPN dapat memberikan tekanan tambahan pada sektor FMCG, mengingat sensitivitas konsumen terhadap perubahan harga pada kategori ini,” ungkap Airlangga dalam konferensi pers, Senin (16/12/2024).
Baca Juga : PPN 12 Persen Bakal Diberlakukan, Ini Kata Anggota DPR
Pemerintah juga mengantisipasi dampak kenaikan PPN dengan menyiapkan berbagai stimulus ekonomi. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) akan menjadi instrumen utama untuk menjaga daya beli masyarakat. Salah satu langkah strategis adalah pemberian subsidi pangan berupa 10 kilogram beras per bulan untuk masyarakat miskin di desil I dan II.
Selain itu, diskon tarif listrik sebesar 50% akan diberikan selama dua bulan pertama 2025 untuk pelanggan rumah tangga dengan daya di bawah 2.200 VA. Kebijakan ini dirancang untuk membantu masyarakat menyesuaikan diri dengan perubahan kebijakan fiskal, terutama bagi kelompok berpenghasilan rendah yang paling rentan terhadap kenaikan harga.
Keputusan pemerintah untuk tetap mengenakan tarif PPN sebesar 11% pada gula industri juga memunculkan tanda tanya. Gula industri memegang peranan penting dalam mendukung sektor makanan dan minuman, yang kontribusinya mencapai 36% terhadap sektor pengolahan. Beberapa pelaku industri khawatir kenaikan biaya produksi akibat PPN dapat menekan daya saing produk lokal.
Meski demikian, Airlangga Hartarto menyatakan keyakinannya bahwa dengan kebijakan fiskal yang terarah dan bantuan sosial yang diberikan, konsumsi rumah tangga dapat tetap stabil. Pemerintah juga akan terus memantau Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) sebagai indikator utama daya beli masyarakat. Pada November 2024, IKK mencatat angka positif sebesar 125,9, menunjukkan optimisme konsumen terhadap perekonomian.
Pemerintah juga menggarisbawahi pentingnya koordinasi dengan sektor swasta untuk menjaga stabilitas harga dan pasokan barang kebutuhan. Langkah-langkah seperti diskon PPN pada barang strategis, termasuk tepung terigu dan minyak goreng yang dikenakan tarif hanya 1%, diharapkan dapat menjadi penyeimbang dalam menjaga daya beli masyarakat.
“Kami terus memantau dampak kebijakan ini dan siap menyesuaikan langkah jika diperlukan untuk memastikan stabilitas ekonomi dan kesejahteraan masyarakat,” tutup Airlangga., yang didampingi Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, Menteri UMKM Maman Abdurrahman, Menteri Perumahan Maruarar Sirait dan Menteri Ketenagakerjaan Yassierli. (FIE)