BANTUL, BERNAS.ID – Museum Wayang Beber Sekartaji di Kanutan, Sumbermulyo Bantul memiliki keunikan yang tak dimiliki lainnya. Di samping melestarikan kertas daluwang yang sudah eksis ribuan tahun, museum yang diinisiasi Indra Suroinggeno ini menghasilkan Wayang Beber Pancasila berdasar Kitab Suci Sutasoma untuk digelorakan lebih luas ke seantero Nusantara dan dunia.
Museum ini juga menyimpan salah satu salinan Kitab Sutasoma yang ditulis dalam daun lontar. Versi ini lebih lengkap daripada yang disimpan di Perpustakaan Nasional Jakarta.
Indra Suroinggeno menceritakan, Wayang Beber Pancasila dibuatnya untuk terus membumikan Pancasila di tengah masyarakat. Cerita perjalanan hidup Pangeran Sutasoma karangan Mpu Tantular pada abad ke-14 menjadi inspirasi cerita wayang dalam kertas daluwang selebar lima meter itu.
Baca juga: Hari Pahlawan 2023, DPRD DIY Gelar Wayang Kulit Lakon Wahyu Cakraningrat
“Sampai saat ini sudah ratusan kali wayang ini saya bawakan di berbagai daerah di Indonesia. Baru saja saya selesai ekspedisi Sutasoma ke Jawa, Madura dan Bali mengenalkan Wayang Beber Pancasila ini. Namun di sisi lain kami belajar banyak hal dari desa-desa yang kami datangi,” ungkapnya ketika berbincang dengan wartawan, Selasa (12/11/2024).
Wayang Beber Pancasila dikatakan Indra memuat lima sila melalui kisah laku Sutasoma. Seluruhnya memuat hal positif tentang kehidupan yang tertuju pada Ketuhanan, sesama manusia, dan lingkungan alam.
“Kami juga sudah membuat dalam bentuk animasi agar generasi mendatang bisa memahami Pancasila dengan lebih mudah dan sesuai pada masanya. Kami rintis di sini Kampung Pancasila, yang hidup dan menghidupi masyarakat di sini. Akan ada lima lokasi representasi setiap sila dan akan terlihat di unit museumnya. Setiap 1 Juni ada merti Wayang Beber Pancasila, pentas 24 jam melibatkan berbagai komunitas. Tujuannya untuk terus membumikan Pancasila,” lanjutnya.
Baca juga: Mabuk yang Beradab, Kearifan Lokal Nusantara
Ketua Komisi A DPRD DIY, Eko Suwanto, mengatakan bahwa Museum Wayang Beber Sekartaji membawa pengunjung belajar banyak tentang spiritual dan pitutur luhur, di mana budi pekerti luhur sangat dibutuhkan dalam era saat ini. Eko mengapresiasi adanya museum tersebut dan berharap Pemda DIY memberikan perhatian untuk terus ditumbuhkembangkan menjadi lebih baik lagi.
“Di era di mana orang berorientasi pada kekayaan, kepangkatan, budi pekerti sangat dibutuhkan. Lewat wayang kita belajar, puasa. Bagaimana untuk tidak korupsi dan abuse of power. Ini hebat di tengah-tengah desa, ada sesuatu yang nilainya luhur. Bagaimana anak muda, bisa menyerap energi kebhinekaan, Pancasila di sini. Ini harus menjadi perhatian dan dikembangkan,” kata Eko. (den)