BALI, BERNAS.ID – Kawasan wisata berbasis alam dan budaya merupakan bentuk konkrit pembangunan regenerative tourism yang berfokus pada kelestarian, sekaligus pemulihan potensi yang diberdayakan selama ini sesuai kondisi awalnya.
Desa Taro di Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali merupakan salah satu desa yang berhasil mengembangkan desa wisata berbasis alam dan budaya dan tampak sangat harmonis dalam kehidupan masyarakatnya.
Tradisi adat secara turun temurun berjalan seimbang dengan aktifitas warganya sehari-hari baik di sektor pertanian, kerajinan, pariwisata dan lainnya.
Baca Juga : Pokdarwis Purbayan Menghadirkan Pentas Seni Jelajah Sapta Pesona
I Wayan Gede Ardika selaku Ketua Pokdarwis Desa Wisata Taro menyampaikan, potensi budaya dan tradisi yang dimiliki merupakan keunggulan.
“Motto desa wisata kami adalah Eco-Spiritual Destination yang diterjemahkan sebagai destinasi berwisata berwawasan lingkungan dan menyediakan suasana damai secara spiritualitas,” ujar Wayan Ardika.
“Hal itu diwujudkan melalui pelestarian tradisi dan budaya mengingat Desa Taro merupakan desa tertua di Bali yang tercipta saat kedatangan Ida Maharsi Markandeya dalam perjalanan suci Beliau dari tanah Jawa menuju Bali. Desa Taro juga merupakan cikal bakal lahirnya sistem Subak di Bali,” jelasnya.
Seperti yang tampak pada tradisi unik upacara keagamaan yang disebut “Negtegang” di Desa Taro pada hari Jumat (24/5/2024) yang ritualnya berpusat di Pura Agung Gunung Raung Desa Taro.
Sebuah prosesi upacara persembahan untuk memuliakan hasil bumi dan dihaturkan kepada Ida Betara Dewi Sri sebagai simbol kesuburan.
Diawali dengan persembahyangan di sawah, kebun dan ladang lalu warga dari 4 subak (kelompok tradisional sistem irigasi pertanian) yang berjumlah ratusan orang membawa ‘banten jerimpen’ berisikan beberapa hasil bumi seperti padi, buah dan lainnya.
Setibanya di Pura Agung Gunung Raung, dilaksanakan persembahyangan bersama dan dilanjutkan dengan mengelilingi pura sebanyak tiga kali.
Juga dipersembahkan tetabuhan gamelan dan beberapa tarian sakral untuk melengkapi upacara tersebut.
Ditambahkan pula oleh Wayan Gede Ardika, bahwa aspek tradisi dan budaya menjadi pengikat dalam bentuk ‘adat’ bagi warga masyarakat dalam menjalankan kehidupan sehari-hari.
Secara terpisah, Kepala Desa Taro menegaskan kembali bahwa warga desa yang dipimpinnya memiliki semangat untuk maju bersama.
“Kami bersyukur sekali karena warga masyarakat dari 14 dusun di desa kami sangat menjunjung tinggi nilai adat dan tradisi untuk persatuan. Dalam pengembangan desa wisata melalui BUMDES juga mendapat sambutan yang baik,” ungkap I Wayan Warka, Kades Taro saat berdiskusi dengan Pendamping Desa Wisata Taro, I Ketut Swabawa.
“Dapat dilihat dari animo warga membuat usaha dan kerajinan semakin banyak. Baik warung, coffeshop, homestay, atraksi wisata lainnya. Semangat kita sama untuk maju bersama-sama,” imbuhnya.
Setelah mengikuti prosesi Negtegang, Ketut Swabawa berkesempatan mengunjungi beberapa lokasi wilayah desa untuk melihat potensi lain yang masih bisa dikembangkan.
“Desa Wisata yang maju itu tetap berinovasi, menyuguhkan keunikan dan keunggulan baru lainnya dengan tanpa mengganggu konsep utama yang telah ditetapkan,” kata Swabawa.
Baca Juga : Padukuhan Wota Wati di Gunungkidul Akan Dikembangkan Sebagai Desa Wisata
“Ke depan kita bisa promosikan Desa Wisata Taro dalam bentuk parade festival keunggulan desa. Bisa festival mingguan atau bulanan yang menampilkan atraksi setiap banjar, hasil panen seperti durian – manggis – jeruk – lainnya, produk UMKM dan ketahanan pangan serta lainnya,” imbuhnya.
Sebagaimana diketahui bahwa Desa Wisata Taro telah berhasil meraih Juara 1 Nasional lomba desa wisata di BCA Award, selain meraih beberapa juara juga di Trisakti Award, Kemendesa PDTT dan lainnya.
Pernah dipercaya oleh Kemendes PDTT sebagai tuan rumah pertemuan delegasi kementerian desa negara-negara ASEAN plus China, Jepang dan Korea Selatan di tahun 2022.
Prestasi terbaru adalah World Tourism Village Upgraded Program dari Badan Pariwisata Dunia – UNWTO di akhir tahun 2023 lalu. (swa)