BERNAS.ID – Tulisan dengan judul Bermanfaatkah Proses Akreditasi pada Layanan Kesehatan di Indonesia, ternyata banyak mendapat tanggapan.
Misalnya, ya jangan dibandingkan dong, mungkin saja kelas RS di Indonesia kalah jauh dg kelas RS di Malaysia.
Memang benar, kita tidak mengetahui tipe RS di Indonesia, tetapi kalau seseorang yang telah memiliki asuransi kesehatan swasta, kenapa harus memilih RS tipe yang kurang sesuai. Pasti dicari tipe RS yang terbaik. Dibayar asuransi kan?
Baca Juga : RSA UGM Buka Layanan Wisata Kesehatan dan Kebugaran
Tanggapan lain diberikan seorang teman sejawat (dokter) yang memiliki adik yang pernah dirawat di ruang VIP.
Saya pribadi punya pengalaman.
Lima hari yang lalu adik kandungku sampai saya minta dia pulang paksa, karena meskipun yang bersangkutan dirawat di VIP room, tetapi sudah 5 hari tidak di-visite dokter dan tanpa diagnosa kerja.
Gara-gara alasan sibuk rapat akreditasi. Nah lo. Waktu itu, kami protes ke Direkturnya.
Masalahnya juga jika RS tidak lulus akreditasi, BPJS akan memutus kerjasamanya. Lalu ke mana pasien BPJS mau berobat? Jadi Direktur, serba salah juga ya.
Tanggapan lainnya (dipersingkat, tanggapannya panjang dan vulgar) :
Ngapain dr Erik capek-capek? Sudah ikutin aja. Di mana2 sama koq.
Duh, kemana idealisme ini? Ayo yg masih memiliki harapan akan esok yang lebih, kita buat sesuatu yukk…
(Penulis: Dr. Erik Tapan, MHA |Pengamat Perumahsakitan)
2 Comments
Sangat sulit buat RS dan Dokter memenuhi penerapan standard tinggi secara baik dan benar dalam sistem penjaminan kesehatan yang sangat dominan ini.
Mengedepankan standard output yang tinggi dengan input yang relatif terbatas (terutama anggarannya) termasuk sakti bila bisa memenuhi standard proses yang baik dan benar.
Itu maksud saya. Pemerintah mestinya meng-support swasta. Bukan sebaliknya, swasta diminta meng-support pemerintah yang sudah lebih kaya sumber dayanya.
Ada pengalaman menarik saat kunjungan kerja saya (sebagai aktifis Informatika Kesehatan) beberapa puluh tahun yl ke Malaysia.
Di Malaysia, sebelum suatu program diluncurkan, di uji coba dulu di RS Pemerintah. Jika programnya sudah berjalan baik dan menguntungkan baru ditawarkan ke swasta dengan menyebutkan / meng-iming2 keuntungannya.
Swasta bebas mau mengadopsi atau tidak tapi yang pasti sudah dijalankan di RS Pemerintah dan sudah terlihat keuntungannya.
Di sini peran pemerintah adalah support swasta, sehingga swasta dengan sumber daya terbatas hanya fokus ke pelayanan dan nggak perlu dijadikan tempat try and error.
Semoga bisa dimengerti.