JAKARTA, BERNAS.ID – Pengamat politik Saiful Mujani mengutarakan kekhawatirannya terkait salah satu aspirasi perubahan konstitusi atau amandemen UUD 1945 yang dapat membuat presiden dipilih oleh MPR. Mujani dalam cuitannya di Twitter, Rabu (18/8), mengtakan bahwa dengan MPR memiliki kuasa untuk memilih presiden, maka MPR juga dapat menjatuhkan presiden yang berakibat pada pemerintahan yang tak stabil.
“Aspirasi agar presiden dipilih MPR. Ini aspirasi lama ketua MPR sekarang @bambangsoesatyo. Pikirkan secara jernih efek dari kekuasaan MPR memilih presiden itu. Presiden harus bertanggung jawab pada MPR, MPR bisa mengevaluasi presiden kapan saja dan bisa menjatuhkannya,” tulisnya di akun pribadinya, @saiful_mujani. “Bila presiden mudah dijatuhkan pemerintahan bisa tak stabil.”
Menurut Mujani, pemilihan presiden ataupun penggulingan kekuasaan RI-1 oleh MPR mudah dilakukan mengingat parlemen ini tak bergantung pada partai tertentu. Seperti pada contoh yang telah terjadi, Abdurrachman Wahid atau yang akrab disapa Gus Dur, terpilih menjadi Presiden RI ke-5 karena kemenangan suara di MPR bukan karena suara mayoritas PKB. Ketika itu pun, tak ada partai politik yang memegang suara mayoritas.
“Keinginan menjatuhkan presiden sangat mungkin karena kekuatan koalisi di MPR tidak bersandar pada satu partai melainkan dengan suara mayoritas mutlak. Koalisi bisa berubah cepat tergantung kepentingan,” jelasnya.
Baca juga: Ngeyel Tak Bentuk Posko, Satgas Covid Semprot Pemda
Saiful yang juga pendiri lembaga survei Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC) ini menyatakan pemilihan presiden harus tetap dilakukan secara langsung oleh rakyat dan bertanggung jawab kepada rakyat. Dengan dipilihnya kekuasaan legislatif dan eksekutif langsung oleh rakyat, hal tersebut dapat menghindarkan orang-orang yang haus kekuasaan untuk berkuasa.
“Udah hukum alam bahwa politisi akan selalu haus kekuasaan dan akan cari segala cara untuk berkuasa. Karena itu harus dipagari dengan pembagian kekuasaan yang jelas bahwa cabang kekuasaan itu, legislatif dan eksekutif, harus sama2 dipilih oleh dan bertanggung jawab pada rakyat,” paparnya.
Seperti diketahui sebelumnya, Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengatakan bahwa UUD 1945 tidak sama seperti kitab suci yang tak boleh diubah. Amandemen UUD 1945, lanjutnya bukanlah hal tabu untuk tujuan penyempurnaan.
“UUD 1945 memang bukanlah kitab suci, karenanya tidak boleh dianggap tabu jika ada kehendak untuk melakukan penyempurnaan,” ujar Bamsoet saat berpidato di acara peringatan Hari Konstitusi sekaligus perayaan HUT ke-76 MPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (18/8).
Lebih lanjut, Saiful menyatakan pemberian kewenangan kepada MPR untuk memilih presiden adalah satu dari tiga aspirasi terkait amandemen UUD 1945. Dua aspirasi lainnya adalah memberi wewenang kepada MPR untuk membuat dan menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang kini diistilahkan sebagai Pokok-pokok Haluan Negara (PPHN) dan juga dikritisi oleh Saiful.