SLEMAN, BERNAS.ID – Koalisi Masyarakat untuk Udin (K@MU) melakukan aksi diam selama 25 menit di depan Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta (Polda DIY) untuk memperingati 25 tahun kasus Udin. Peserta aksi juga membawa karangan bunga duka cita dan sejumlah dokumen untuk diberikan kepada aparat kepolisian.
Shinta Maharani, Ketua AJI (Aliansi Jurnalistik Independen) Yogyakarta mengatakan, kasus pembunuhan Udin yang tidak selesai oleh aparat akan menjadi catatan buruk bagi sejarah kebebasan pers. “Ini akan menjadi preseden buruk bagi situasi kebebasan pers di Indonesia,” katanya, Senin (16/8/2021).
Baca Juga : Kapolri yang Baru Dituntut Selesaikan Kasus Udin Bernas
“Kenapa kita memakai bunga duka cita, itu simbol matinya keadilan di Indonesia. Artinya, selama 25 tahun itu, pengusutan kasus Udin mandeg,” imbuhnya.
Shinta juga mengatakan, selain bunga duka cita, pihaknya juga menyerahkan dokumen berupa kliping pemberitaan Udin. “Dokumen-dokumen menjadi bagian penting untuk mengingatkan Pemerintah bahwa 25 tahun kasus Udin berlalu, kami menolak penghentian kasus Udin,” katanya.
Shinta juga menyampaikan adanya kasus penyelidikan dan persidangan yang tidak beres dalam perkara Udin seperti penghilangan barang bukti, darah Udin yang dilarung dan catatan Udin yang dihilangkan. Ia menyebut pembunuhan Udin merupakan penghilangan HAM karena kerja-kerja Udin sebagai jurnalis itu kerja-kerja untuk HAM, seperti demokrasi.
“Kalau Pemerintah bisa menyelesaikan kasus Udin akan menjadi contoh di Asia Tenggara bahwa Indonesia punya konsern untuk menyelesaikan kasus besar,” tuturnya.
Kabid Humas Polda DIY, Kombes Pol Yuliyanto mengatakan Polda DIY melalui Reskrim akan mempelajari dokumen-dokumen yang diserahkan koalisi K@MU. “Saya berharap ada identitas mengirimkan tadi karena kita akan mengundang mereka untuk menyampaikan apa yang mereka inginkan,” katanya.
Yuliyanto menyebut tentang belum pahamnya tentang apa yang sudah divonis maka pihak kepolisian akan menjelaskan. Ia mengatakan dalam kasus pembunuhan Udin telah dilakukan penyelidikan dan penyidikan, serta pemberkasan. Berkas dikirim ke Kejaksaan, lalu dikirim ke pengadilan untuk persidangan dan ada vonis.
Yuliyanto menambahkan perkara pengadilan saat itu memvonis bebas tersangka saat itu, bukan urusan polisi lagi karena menjadi ranah pengadilan. “Kalau ada tuduhan tersangkanya di A atau si B, sepanjang tidak ada alat bukti dalam penyidik yang mengarah ke sana, tidak mungkin bisa memprosesnya,” tukasnya. (jat)