BERNAS.ID – Coba cek ada berapa perumahan terdekat di lokasi tempat tinggal Anda? Atau mungkin Anda salah satu penghuni perumahan?
Saat ini banyak perumahan yang eksis, seiring meningkatnya jumlah penduduk, seperti Perumahan Griya Melati Bogor, Perumahan Menteng Indah Medan, Perumahan Citra Indah Jonggol, dan Perumahan Karawang Baru, serta tentu masih ada lagi yang lain.
Sebagai informasi, jumlah populasi penduduk Indonesia pada 1950 tercatat sekitar 97 juta orang. Pada 2010, jumlahnya melonjak drastis menjadi 237 juta orang.
Hasil Sensus Penduduk pada September 2020 melaporkan, jumlah penduduk Indonesia sebanyak 270,20 juta jiwa, dengan kepadatan penduduk 141 jiwa per km2.
Baca Juga: Cara Membeli Rumah dengan Pembiayaan dari Bank atau KPR
Terselenggaranya pembangunan tempat tinggal yang layak huni bagi warga itu tak bisa dipisahkan dari sejarah kebijakan perumahan di bumi Nusantara.
Seperti sekarang, pemerintah mencanangkan pembangunan perumahan nasional pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.
Data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menunjukkan ada sekitar 1,25 juta unit rumah telah dibangun per 31 Desember 2019. Secara rinci, sebanyak 945.161 unit merupakan rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dan 312.691 unit untuk non-MBR.
Sebelumnya, berkat pembangunan rumah baru dan peningkatan kualitas rumah tidak layak huni di Tanah Air, angka defisit perumahan di Tanah Air dapat diturunkan.
Dalam kurun waktu 2015-2019, angka defisit perumahan yang semula 11,4 juta turun menjadi sekitar 7,6 juta unit. Pada laporan Statistik Perumahan dan Permukiman 2019 oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, 1 dari 10 rumah tangga dengan bangunan tempat tinggal milik sendiri memperoleh rumah dengan cara membeli.
Sementara itu, 3 dari 10 rumah tangga membeli rumah dengan angsuran KPR (kredit kepemilikan rumah) Sebanyak 47,87% rumah tangga yang disurvei BPS mengangsur rumah selama 11-15 tahun, dengan rata-rata angsuran Rp1,82 juta/bulan.
Subsidi KPR menjadi incaran warga yang ingin memperoleh rumah layak. Rumah subsidi adalah rumah yang kredit atau pembiayaan kepemilikannya mendapat bantuan dan/atau kemudahan perolehan rumah berupa dana murah jangka panjang dari pemerintah.
Baca Juga: Perbedaan KPR Perumahan Syariah dan Konvensional: Akad, Masa Tenor, dan Bunga
Berdasarkan keputusan Menteri PUPR No.241/KPTS/M/2020, batasan harga rumah subsidi 2021 bervariasi tergantung lokasi, mulai dari Rp150,5 juta hingga Rp168 juta.
Untuk mengetahui lebih jauh tentang perkembangan program perumahan di Indonesia, kita perlu melihat ke masa pemerintahan Hindia Belanda. Walau sebelumnya, sejumlah kerajaan di Indonesia juga mengenal konsep permukiman rakyat.
Penataan Kota dan Perumahan Rakyat
Konsep perumahan di Tanah Air telah dikenal bahkan sebelum kedatangan Belanda. Peninggalan Kerajaan Majapahit sampai Mataram, dan situs kampung adat di Toraja dan Flores menjadi bukti eksistensi penataan permukiman era dulu.
Dalam buku Sejarah Perumahan (Jejak Langkah Hunian Layak Indonesia), yang diluncurkan Kementerian PUPR pada 2019, menyebutkan pembangunan dan penataan kota secara modern mulai dikenal pada akhir abad 19, ketika Pemerintah Kolonial Hindia Belanda menduduki Nusantara.
Baca juga: 6 Langkah Belajar Investasi dan Trading Saham dari Nol
Di Batavia (sekarang Jakarta), Belanda awalnya membangun loji atau benteng. Kemudian ada niatan untuk membangun tiruan kota-kota besar di Eropa, terutama Belanda, untuk diterapkan di berbagai kota.
Ada satu konsep bernama Kota Taman, yang diperkenalkan oleh Ebenezer Howard, yang salah satunya dibangun di Bandung. Kemudian tata kota di sana dikenal sebagai kota kolonial atau Indische Koloniale Stad.
Tata kota itu mengacu pada pola penataan hunia orang Eropa. Kemudian menyusul kota lain seperti Semarang, Meda, Surabaya, dan sebagainya.
Di Kota Balikpapan, pertambagan minyak bumi turut menumbuhkan kota-kota yang belum tertata, sehingga muncul kritik arsitektur agar penataan memakai gaya Eropa, dengan menyesuaikan kehidupan warga pada iklim tropis.
Konsep tata kota Europeesche Stad beralih menuju Indische Stad atau Tropische Stad pada 1920-an. Konsep tersebut ternyata mendekati konsep Kota Taman yang dikembangkan Ebenezer Howard.
Baca Juga: Tips Menghindari Kredit Macet saat Mencicil KPR
Konsep Kota Taman atau Garden City memberikan porsi ruang terbuka hijau yang seimbang dengan kawasan terbangun. Pada 1924, Pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan kebijakan Burgerlijke Woning Regeling atau BWR, sebuah peraturan yang mendorong penyediaan perumahan untuk pegawai negeri sipil.
Kemudian dibentuklah perusahaan pembangunan perumahan rakyat NV Volkshuisvesting pada 1926, yang merupakan kongsi antara pemerintah pusat dan daerah dengan perbandingan saham 75%-25%.
Perusahaan ini menyediakan rumah di 10 kota di Jawa, satu kota di Sumatera, dan dua kota di Sulawesi. Pegawai negeri harus membayar uang sewa antar 9-15% dari gaji penghuni rumah tersebut.
Membangun Kota Modern
Modernisasi kota Paris di Perancis menginspirasi penataan kota secara serius termasuk membangun perumahan. Pemerintah Hindia Belanda kemudian memulai penataan beberapa tempat pada 1920-1930. Salah satu kota baru yang dikembangkan berada di Kota Bandung dengan sebutan “Nieuwe Wijk” atau Permukiman Baru.
Seorang arsitek bernama Thomas Karsten kemudian ditunjuk untuk merancang kota di sejumlah daerah, yaitu Semarang, Bandung, Batavia, Magelang, Malang Bogor, Madiun, Cirebon, Jatinegara, dan Purwokerto. Karsten juga berperan sebagai penasihat bagi dua daerah yang memiliki otoritas kerajaan sendiri, yakni Surakarta dan Yogyakarta.
Baca juga: 3 Cara Membeli Saham Bagi Pemula dengan Mudah
Makin meningkatnya arus kedatangan orang Belanda ke Hindia Belanda membuat pemerintahan kolonial saat itu menginginkan perumahan yang layak dan sehat untuk menampung mereka.
Namun, kebijakan di bidang perumahan kala itu hanya terbatas untuk orang yang bekerja di pemerintahan dan perusahaan milik Belanda.
Kemudian muncul gagasan untuk memperbaiki permukiman kampung warga lokal yang memburuk. Hal itu dikhawatirkan dapat menjalar ke kehidupan kaum Belanda, mengingat dalam kehidupan sehari-sehari mereka saling berinteraksi.
Perbaikan permukiman kampung baru dijalankan pada 1930-an. Pada 1934, Pemerintah Hindia Belanda melaksanakan dua program perumahan perkotaan, berdasarkan pemikiran dari seorang apoteker HF Tillema.
Sang apoteker mengungkapkan gagasan tentang sanitasi yang buruk dapat menjadi sumber penyakit. Dari situ kemudian lahirlah program perbaikan kampung atau Kampung Verbetering dan penyuluhan rumah sehat.
Secara rinci, berikut pelaksanaan program Kampung Verbetering:
- pemugaran rumah warga setempat
- pengerasan jalan kampung
- perbaikan saluran air limbah dan drainase
- penyediaan air dengan sumur bor dan ledeng
- penyediaan listik bila memungkinkan
Baca Juga: Perumahan Mangkrak di Kalipetir Kulonprogo, Ini Kata Pengembang
Satu lagi program penanggulangan penyakit pes atau pest bestrijding yang difokuskan untuk perumahan kumuh. Namun, keduanya hanya sebatas pemugaran lingkungan yang tujuannya untuk menjauhkan masyarakat Eropa dan pegawainya dari sumber penyakit.
Pemerintah Hindia Belanda juga sempat membentuk Komisi Perencanaan Kota. Namun, komisi tersebut tidak sempat menyelesaikan pembuatan undang-undang perencanaan kota. Sebabnya, kala itu Hindia Belanda dikalahkan oleh Jepang pada Perang Dunia II. Pendudukan Jepang di Tanah Air hampir tidak melakukan apapun dalam bidang penataan kota.
Kota-kota yang ada difokuskan untuk perang melawan Sekutu. Tapi, Jepang membentuk organisasi sosial di setiap kampung bernama tonarigumi, yang menjadi cikal bakal lahirnya Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW). Pembentukan tonarigumi akan memudahkan pengawasan terhadap kehadiran orang asing di kampung.
Baca juga: Mengenal Trading Saham dan Cara Jitu Jadi Trader Handal