BERNAS.ID – Upaya penyelamatan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk dari jurang “kematian” kembali diungkap di ruang Komisi VI DPR pada awal pekan ini. Direktur Utama PT Garuda Indonesia Tbk Irfan Setiaputra menyebut penyelesaian utang melalui opsi restrukturisasi dinilai paling rasional.
Langkah restrukturisasi yang dipilih akan ditempuh melalui Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), namun tidak diarahkan untuk dipailitkan.
Meski begitu, tetap ada risiko untuk pailit apabila setelah 270 hari atau 9 bulan apabila tidak ada kesepakatan antara debitur dengan kreditur.
Baca juga: 3 Cara Membeli Saham Bagi Pemula dengan Mudah
“Untuk masuk tahap PKPU, haruslah ada keyakinan kepastian mengenai penyelesaian negosiasi terhadap utang piutang,” katanya kepada anggota DPR RI, di Jakarta.
Irfan meyakini Garuda Indonesia bisa mendapatkan hasil negosiasi dengan para kreditur, yang jumlah mencapai Rp 70 triliun.
Dia berharap perusahaan berkode emiten GIAA ini memiliki rencana yang solid ketika restrukturisasi selesai, maka perlu membangun kepercayaan kreditur maskapai ini akan terus beroperasi.
“Para kreditur (yakin) Garuda mesti begini karena dia punya keyakinan kalau dia korbankan tagihan dia, maka dia mesti tahu bahwa Garuda ini akan sustain for a long time,” ujarnya.
Lebih lanjut, Irfan mengungkap perlunya proposal untuk ditawarkan kepada kreditur, termasuk kemungkinan konversi utang menjadi saham atau dikenal dengan istilah debt to equity swap.
“Tapi ini harus menunggu persetujuan pemegang saham,” katanya.
Baca juga: 6 Langkah Belajar Investasi dan Trading Saham dari Nol
Tidak Ingin Zalim
Pada momen yang sama, Irfan menyebutkan sudah ada 1.099 karyawan Garuda Indonesia yang telah mengajukan pensiun dini. Namun, jumlah itu masih jauh di bawah harapan manajemen.
Dia mengungkap, jajarannya tidak memiliki maksud jahat di balik program ini. Menurutnya, pensiun dini yang ditawarkan telah mengikuti Undang-undang Ketenagakerjaan.
“Ini persoalan penting, jumlah karyawan harus sesuai dengan alat produksi,” katanya.
“Kami tidak punya keinginan menzalimi karyawan. Kami tahu ini bukan waktu yang tepat untuk meminta orang keluar,” katanya.
Baca Juga: Garuda Indonesia: Dari 142 Armada, Hanya 53 Unit Pesawat yang Beroperasi
Ketika ditanya apakah Garuda Indonesia sudah memiliki uang untuk membayar pensiun dini bagi 1.099 karyawan yang mendaftar, Irfan menjelaskan belum ada dana yang tersedia.
Namun, dia menegaskan program pensiun dini akan disesuaikan dengan ketersediaan dana dan dilakukan secara bertahap seperti pada tahun lalu. Program ini akan mulai dijalankan pada akhir Juni 2021 hingga akhir tahun.
“Sebelum SK (Surat Keputusan) pensiun mereka keluar, karyawan tetap ada dengan hak dan kewajibannya. Kita mulai akhir bulan ini, kita harap sampai akhir tahun bisa selesai,” ucap Irfan.
“Persis tahun lalu, eksekusinya sekitar 5-6 bulan. Waktu itu sekitar 600-700an orang,” lanjutnya,
Selain itu, perusahaan BUMN ini juga merencanakan skema cuti di luar tanggungan, khususnya bagi mereka yang baru atau akan melahirkan.
Opsi tersebut akan memberikan ruang yang lebih luas bagi karyawan untuk menghabiskan waktu bersama anak atau keperluan lainnya, seperti kuliah dan kepentingan lain di mana karyawan harus meninggalkan perusahaan dalam kurun waktu tertentu.
Baca Juga: Sejarah Lahirnya Sang Garuda Indonesia, Maskapai yang Kini Terpuruk
Terkait pensiun dini, Serikat Karyawan Garuda Indonesia (Sekarga) menyebut program yang ditawarkan itu ternyata bermasalah dan berpotensi menimbulkan persoalan hukum.
Ketua Harian Sekarga Tomy Tampatty mengungkap program pensiun dini sebelumnya tidak pernah didiskusikan dengan serikat pekerja.
“Manajemen tidak pernah berdiskusi, maka kami ingatkan hal tersebut berpotensi menimbulkan masalah hukum,” ujarnya.
Pada keterangan jawaban atas permintaan penjelasan dari Bursa Efek Indonesia, Garuda Indonesia mengaku belum bisa memperhitungkan penghematan biaya yang diperoleh jika program pensiun dini diambil oleh seluruh karyawan.
Baca juga: Mengenal Trading Saham dan Cara Jitu Jadi Trader Handal