Bernas.id – Kamu sehat? Apakah hatimu baik-baik saja? Seringkali seseorang lupa berbicara pada hatinya sendiri saat sedang mengalami hal buruk. Banyak sekali hal yang merusak kenyamanan hati kita. Saat bahagia kita mungkin mudah menengadah untuk bersyukur, namun saat hati mulai patah justru sebagian orang menghinakan keadaan yang ada di depan mata. Bukankah hidup ini adalah ajang penyiapan diri untuk diuji? Apa jadinya jika hati tanpa kenangan indah atau kesan buruk? Seseorang yang beranjak usia dewasa tentu perlu lihai meningkatkan kualitas cara berpikir. Mematangkan diri agar pantas menerima penghargaan kenaikan kelas dari Allah. Lalu saat merasa patah hati, siapakah yang patut disalahkan?
Patah hati mungkin memang akan terasa perih. Menyesakkan dada sedemikian sempit. Ruang hati menjadi berdebu. Debu ini bukan layaknya pengotor lantai yang mudah saja disapu. Debu yang bisa diibaratkan duri tajam yang tak sengaja tertancap dalam. Membiarkannya tertancap begitu saja atau mencabutnya dari posisi tertancap sama tak enaknya. Bukankah seperti itu hatimu yang sedang patah hati? Sesuai dengan istilahnya. Patah hati merujuk pada keadaan nurani yang terpelanting karena kegagalan asmara antar sepasang kekasih. Eits, benarkah hubungan sepasang kekasih berpotensi patah hati?
Siapapun yang mencintai berarti siap untuk patah hati. Mencintai dan patah hati adalah sepaket. Tak heran jika kamu merasa senang dengan pasanganmu atau kecewa karena tingkah kekasihmu. Mencintai seseorang haruslah sesuai aturan Allah. Saat ditimpa patah hati seringkali seseorang baru tersadar tentang pilihannya yang salah menjalin hubungan. Iya, memang benar begitu. Mencintai dalam waktu yang belum pantas sama halnya menusuk diri menembus harap. Beberapa hal ini acap kali disalahkan oleh si patah hati.
Orang ketiga
Coba perhatikan sekeliling. Kebanyakan orang yang sedang patah hati menemukan pihak ketiga sebagai sasaran untuk disalahkan. Si patah hati mulanya akan kesal pada si orang ketiga lalu membencinya sampai ke ubun-ubun.
Orang tua
Ada banyak kasus pasangan yang terceraikan karena tidak adanya persetujuan pada salah satu pihak. Orang tua pasti memiliki alasan yang jelas bagi sang anak. Namun kenyataannya banyak anak yang salah kaprah mengartikan maksud orang tuanya. Bisa jadi orang tuamu menginginkanmu lebih fokus pada kuliah atau pekerjaanmu.
Kekasih
Inilah hal yang paling sering disalahkan. Ayo ngaku! Kamu yang sedang patah hati gampang sekali bukan menganggap kekasihmu penyebab segala kesedihan dan kehancuran hubunganmu? Padahal bisa jadi dia tidak baik untukmu atau mungkin Allah sedang mempersiapkan orang yang lebih baik darinya.
Diri sendiri
Jikalau kamu menganggap kekasihmu yang terbaik, kemungkinan besar pasti kamu akan menyalahkan diri sendiri. Seakan-akan menilai diri sebagai seseorang yang tak cocok bersanding dengan kekasih yang terlanjur kamu sayangi. Hatimu hancur tidak menerima lalu malah menyalahkan diri sendiri. Percayalah jika memang baik memulai suatu hubungan, maka akan berimbas baik pula.
Allah
Jangan katakan bahwa kamu pernah menyalahkan cara-Nya menegurmu. Saat merasa patah hati kamu meyakini Allahlah yang merampas kebahagiaanmu, padahal bisa jadi kamu sedang diperingatkan. Mana mungkin akan ada hasil akhir yang baik jika kamu mencintai orang yang diharamkan untuk dicintai. Apakah kekasihmu adalah jodohmu? Takdir tak pernah kejam terhadapmu. Bersyukurlah karena dirimu dibuat patah hati oleh keadaan. Jika tidak dengan cara yang demikian, kamu akan terus lupa jikalau tindakanmu sudah jauh melenceng dari jalan Allah.
Tak ada yang bisa disalahkan saat kamu patah hati. Ini hanya kekeliruan. Terlebih kekeliruan yang menjadikan cintamu jatuh pada tempat yang salah. Tidak tepat jika kamu mencari-cari asal kesedihanmu. Coba tanyakan lagi pada hati. Apa dia baik-baik saja? Jika belum, maka bersegeralah mengobatinya. Perbaiki pilihanmu. Minta maaflah pada Allah karena hati yang Dia beri kamu gunakan tidak sesuai pada aturan-Nya. Nikmati hidup dan segera move on!