Bernas.id ? Pasti semua sering dengar ungkapan atau komentar yang berbunyi, ?Jangan banyak teori?. Padahal untuk melakukan sesuatu kita harus tahu ilmunya dulu, teorinya dulu. Bukankah amal tanpa ilmu akan sia-sia? Apalagi langsung praktik, kemungkinan error-nya akan banyak.
Teori adalah panduan atau pendukung untuk memprediksi hasil dari data-data. Nah, jika teori sudah lengkap, bukankah akan mudah membuktikan atau mempraktikkan sesuatu yang sudah dipelajari dengan teori-teori tersebut? Seperti ketika memasuki laboratorium, kita harus mempunyai petunjuk yang jelas berupa teori, untuk memulai praktik yang ingin dilakukan, agar terhindar dari kesalahan.
Biasanya ungkapan ?jangan banyak teori? ini sering ditujukan kepada jomblo-jomblo, ketika si jomblo mem-posting status tentang ilmu pernikahan, parenting dan semua yang berhubungan dengan rumah tangga. Apakah para jomblo ini salah? Bukankah mereka ingin berbagi ilmu? Walaupun mereka sendiri belum menjalaninya. Yang berkomentar tentang ?jangan banyak teori? mungkin mempunyai alasan tersendiri, seperti:
1. Kompor;
Seakan-akan mereka adalah kompor yang memanas-manasi agar si jomblo bisa segera menikah, sehingga ilmu yang dimiliki bisa diamalkan. Menjadi kompor yang tidak pada tempatnya juga tidak baik, hanya akan membakar diri sendiri.
2. Nyindir.
Ungkapan ?jangan banyak teori? bisa jadi adalah sindiran, walaupun kita tidak tahu tujuannya nyindir itu untuk apa. Menjadi orang yang suka menyindir orang lain tanpa solusi itu tidak elok.
Jika kita bisa cerdas dalam berpikir, kita tidak perlu berkomentar ?jangan banyak teori?, karena teori itu memang harus diperbanyak, agar kita bisa mengilmui semuanya. Seharusnya kita mendukung dengan teori-teori yang kita miliki untuk memperkuat teori-teori lainnya.
Selamat mengilmui setiap ucapan yang dilontarkan.