Bernas.id – Jika Anda diberi pilihan untuk memakan sate yang paling enak dimanakah Anda akan memilih? Ada yang memilih sate di seberang Rumah Sakit Pertamina. Ada juga yang mungkin memilih Satay House Senayan. Keduanya sama-sama enak tetapi harganya berbeda jauh. Bukankah keduanya sama-sama sate? Tentu! Faktor layananlah yang membedakan keduanya.
Sebuah sekolah bisa jadi memiliki konsep yang serupa, namun sekali lagi faktor yang menentukan adalah kualitas layanannya. Ron Kaufman, penulis buku 'Uplifting Service' menuliskan bahwa ada 6 tahapan yang membuat layanan kita berbeda dan lebih menonjol dibanding yang lain.
Criminal
Kualitas layanan sangat buruk. Orang tidak mendapatkan sesuatu yang mestinya mereka terima. Jika diambil studi kasus dalam dunia pendidikan, kriminal berarti guru yang membiarkan kelasnya kosong, tidak ada komunikasi yang baik antara guru dan sekolah, guru sering tidak ada di tempat dan hal lainnya yang tidak semestinya dilakukan sekolah.
Basic
Kebutuhan dasar klien yang memang harus dipenuhi. Misalnya siswa mendapat buku paket, mendapat waktu untuk belajar, semua jadwal tersampaikan dengan baik. Namun kualitas layanan biasa-biasa saja. Pelajaran hanya disampaikan satu arah, guru tidak memperbaharui metodenya. Memenuhi kebutuhan basic hukumnya adalah wajib. Jika sekolah Anda memenuhinya itu artinya kita baru bergerak di level paling dasar. Orang tua mungkin belum protes, namun mereka jauh dari rasa puas.
Expected
Memenuhi kebutuhan yang dianggap biasa-biasa saja menurut siswa dan orang tua. Misalnya informasi terhadap kegiatan siswa dilakukan secara berkala. Ada pertemuan rutin dengan orang tua, laporan perkembangan disampaikan dengan baik. Semua sesuai dengan standar Dinas Pendidikan. Orang tua cukup puas, namun masih dalam kategori standar. Dalam level ini sekolah Anda masih dianggap sama dengan sekolah lain pada umumnya.
Desired
Memenuhi kebutuhan sesuai harapan siswa dan orang tua dan menjadikan mereka memang lebih memilih sekolah Anda. Contoh kasus dalam bidang pendidikan misalnya adanya hubungan yang baik antara guru dan siswa. Siswa merasa nyaman bisa curhat dengan gurunya, mendapatkan solusi terhadap masalahnya. Siswa merasa guru sungguh-sungguh membantunya memahami pelajaran. Siswa diikutkan dalam perlombaan sesai dengan potensi yang dimilikinya. Ada informasi yang cepat ketika siswa mengalami kejadian yang tidak menyenangkan di sekolah atau sebaliknya, mendapat penghargaan.
Surprising
Layanan memberikan unsur kejutan yang diluar ekspektasi orang tua dan siswa dan ini adalah sesuatu yang menyenangkan. Dalam sebuah kegiatan project based learning siswa kelas satu diminta menyiapkan sarapan bagi orang tua mereka. Dengan diam-diam guru mengundang orang tua ke sekolah untuk sebuah pertemuan wajib dengan guru. Ketika datang orang tua dikejutkan dengan sarapan yang dibuat anaknya masing-masing disertai sebuah kartu ucapan yang menyatakan rasa cintanya pada orang tua. Elemen kejutan ini yang disukai oleh klien. Elemen ini akan meningkatkan standar kualitas layanan pendidikan.
Unanticipated
Layanan benar-benar memberikan hal yang tak terduga dalam arti positif. Ini adalah pengalaman yang tidak akan dilupakan oleh klien dan akan menjadi promosi dari mulut ke mulut karena kepuasan dari pelanggan sendiri. Sebuah sekolah inklusi yang berhasil memunculkan potensi anak yang berkebutuhan khusus akan mendapatkan apresiasi baik dari anak tersebut, orang tua siswa, sampai pandangan positif dari orang tua lain.
Sebagai pendidik, kini kita dapat melihat di mana sekolah kita berada. Sudahkah kita benar-benar melayani klien kita di sekolah dengan sangat baik, baik, atau hanya biasa-biasa saja? Satu hal yang pasti. Siswa dan orang tua akan dapat melihat apakah guru dan sekolah benar-benar tulus mengembangkan potensi setiap anaknya ataukah hanya datang sekadar mengajar.
Sumber : Ronkaufman.com