Bernas.id – Sebagai orang tua pernahkah Anda mengamati anak Anda ketika masih duduk di bangku sekolah dasar? Anak Anda terlihat mandiri, suka membantu, dan rajin belajar. Kini lihatlah dirinya di usia remaja. Ada perbedaan yang cukup signifikan. Ia tidak terlalu sering bicara lagi dengan kita, lebih senang pergi dengan teman-temannya, dan yang lebih parah lagi adalah senang melakukan tantangan-tantangan yang tidak masuk akal. Sebenarnya kunci perubahan pada masa remaja tidak saja dikarenakan perubahan hormon. Ada satu bagian pada diri remaja yang belum berkembang secara maksimal. Bagian itu adalah otak.
Dr. Frances Jensen, seorang ahli neurologi dari University of Pensilvania juga penulis buku ?The Teenage Brain : A Neoroscientits Survival Guide to Raising Adolescents and Young Adults? memaparkan bahwa otak baru akan berkembang sempurna pada usia 24-25 tahun. Pada saat remaja, bagian otak prefrontal cortex baru berkembang. Bagian ini berada paling depan di otak cortex dan mengatur fungsi pengambilan keputusan, empati, dan kontrol impulsif. Ini yang menyebabkan mereka masih terkadang salah dalam pengambilan keputusan, terkesan bertindak tanpa berpikir, dan impulsif. Bukan berarti anak remaja kita tidak cerdas. Bahkan generasi saat ini sangat penuh dengan informasi dengan adanya internet. Mereka pun lebih mampu berpikir multitasking di banding kita. Hanya pada bagian pengambilan keputusan dan pengendalian perilaku impulsif, remaja masih perlu dibantu.
Saat ini dunia sosial media merupakan wadah bagi remaja mengekspresikan dirinya. Merebaknya berbagai tantangan-tantangan yang memicu adrenalin muncul di sosial media. Tentu saja hal ini sangat disukai remaja dan sangat ditakuti orang tua. Reaksi spontan dari orang tua ketika mengetahui anak-anaknya mengikuti tantangan yang negatif seringkali berupa hukuman dimana orang tua tidak memperbolehkan para remaja menggunakan internet. Tiba-tiba orang tua akan memantau semua gerak-gerik anaknya di sosial media karena merasa dibohongi sang anak. Biasanya reaksi sang anak adalah, mereka akan mencari cara lain seperti membuat akun baru, menggunakan nama baru, dan lain sebagainya. Memberikan hukuman terhadap perilaku spontan mereka hanya akan membuat mereka semakin ingin menentang orang tua.
Bagaimana cara kita sebagai orang tua membantu remaja yang sedang mencari jati dirinya? Jadilah pendengar aktif yang baik. Jadilah teman diskusi bagi mereka. Kita adalah orang tua mereka, bukan polisi. Mereka membutuhkan rangkulan, bukan hukuman. Jangan terburu-buru memberikan keputusan yang menurut kita terbaik untuk mereka. Berikan mereka ruang untuk mengembangkan pertanyaan dan tuntunlah mereka untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka sendiri. Remaja butuh diberikan ruang untuk menyelesaikan masalahnya sendiri. Meskipun keputusan yang diambil ternyata salah. Pengalaman melakukan kesalahan adalah bagian dari proses pembelajaran. Dengan demikian bagian prefrontal cortex anak akan berkembang dengan baik.
Resensi: www.huffingtonpost.com