Bernas.id – Dalam kehidupan ini selalu saja muncul dua perihal yang sifatnya kontras, namun antara keduanya tidak pernah terpisahkan. Seperti halnya jahat dengan baik, bagus dengan jelek, pahit dengan manis, suka dengan benci, jujur dan dusta, dan lain sebagainya. Kedua hal yang berkontradiksi datang untuk saling melengkapi satu sama lain. Keduanya tak dapat terpisahkan, karena jika salah satu dihilangkan maka tidak akan dikenali. Semisal, jika tidak ada dusta bagaimana jujur akan diketahui, begitu pula dusta tidak akan dikatakan dusta jika tanpa ada jujur. Nah, dari sini saja sudah terlihat bahwa dua hal yang kontradiksi saling berkaitan dan tak pernah bisa terpisahkan.
Pembahasan kali ini adalah membahas perihal jujur dan dusta. Sebelum lebih lanjut, perlu juga kita ketahui bahwa sikap jujur merupakan sumber kekayaan dan dasar dari berbagai keutamaan. Dengan adanya kejujuran maka kebenaran dan keadilan dalam kehidupan akan terbit, dan kehidupan akan menjadi tentram dan damai.
Orang yang menerapkan sikap jujur sangatlah disenangi oleh banyak orang, karena pribadi dan kata yang diucapkan tidaklah mengandung perkataan bohong, maka masyarakat percaya dengan ucapan orang yang jujur. Rasulullah pernah memperoleh gelar 'al-amin' karena kejujurannya ketika menghadapi perselisihan kaum Quraisy saat itu. Sayyidana Umar bin Khottob juga terkenal akan kejujuran perkataannya. Nah, di sini saja sudah cukup terlihat bahwa sikap jujur ini telah ada pada zaman-zaman sebelumnya.
Begitu pentingnya sikap jujur dalam kehidupan sehari-hari. Orang yang terbiasa berbicara jujur, kemudian dia berbohong (meskipun itu sedikit) maka hati dan perasaannya merasa tidak tenang, bahkan kacau balau. Benar kata pepatah 'bisa karena biasa', jika kita terbiasa jujur maka ketika berbohong merasa bersalah, begitu pula ketika terbiasa berdusta, maka sangat sulitlah dia untuk berbicara yang sejujurnya.
Padahal sikap jujur sangatlah mudah untuk dilaksanakan, namun fenomena yang terjadi sikap dustalah yang mudah mendominasi seseorang. Jujur adalah menyampaikan sesuatu dengan fakta yang ada, tanpa dilebih-lebihkan atau berkata apa adanya. Al-Qur?an tidak menyebut seseorang itu jujur, jikalau tidak mengandung unsur-unsurnya, baik itu dari segi pembicaraan, akal, maupun niat.
Pembicaraan jujur dan dusta di dalam Islam dimasukkan dalam kaitan akhlak atau akidah akhlak. Sedangkan di dalam agama lain juga menjelaskan pembahasan jujur dan dusta. Penulis sendiri berpandangan semua agama juga mengajarkan makna jujur dan dusta.
Tak pelak kita pungkiri dua terminologi jujur dan dusta memiliki keterkaitan atau relasi hubungan. Bagaikan dua sisi mata uang, yang tak pernah terpisahkan. Dalam masyarakat dua terminologi ini sangatlah saling bersinggungan. Jika ada jujur, pasti ada dusata, begitu pula ketika ada jujur pasti ada dusta. Karena ketika melepaskan salah satunya, maka tidak dapat dikatakan jujur maupun dusta. Sesuatu yang jujur bisa dikatakan sesuatu itu bersih dengan sikap dusta, begitu pula dengan sikap dusta yang berarti bersih dari sikap jujur.
Sedangkan dusta dalam agama Islam sangatlah dilarang. Karena sikap dusta dapat berakibat cukup fatal untuk diri kita dan orang lain. Selain itu, sikap dusta dapat menyebabkan si pendusta tidak dipercayai lagi. Siapa yang sering berdusta, akan menjatuhkan dirinya ke lembah kehinaan di tengah-tengah masyarakat. Perkataan yang diucapkan oleh pendusta sangatlah sulit untuk dipercaya oleh orang lain.
Jika terminologi jujur dapat mendatangkan kebaikan sedangkan sikap bohong dapat mendatangkan sebaliknya.