Bernas.id – Dilahirkan ke dunia merupakan suatu anugerah tersendiri bagi setiap manusia. Meskipun terkadang merasa tidak menginginkan untuk lahir diurutan berapa atau bahkan tidak memiliki saudara. Dilahirkan sebagai anak dengan urutan ke berapa, kapan waktunya dan dari orang tua mana memang bukan pilihan setiap manusia. Namun tahukah anda dalam masyarakat Jawa waktu lahirnya anak, jumlah saudara dan jenis kelamin saudara yang dimiliki memiliki penamaan tersendiri?
Namun tidak semuanya memiliki penamaan atau istilah, hanya anak yang menyandang sebagai sukerta saja yang memiliki penamaan tersendiri. Dalam mitologi masyarakat Jawa anak sukerta merupakan anak yang harus diruwat karena akan menghadapi kesusahan di masa mendatang yaitu dimakan Bethara Kala. Agar selamat dan terhindar dari Bethara Kala maka harus diruwat.
Terlepas dari hal itu, jika dilihat dari sudut pandang estetis maka penamaan istilah anak menurut masyarakat Jawa merupakan hal yang unik. Berikut daftar istilah nama anak sukerta.
Ontang-anting, anak tunggal / semata wayang laki-laki
Unting-unting, anak tunggal / semata wayang perempuan
Uger-uger lawang, dua anak laki-laki
Kembang sepasang, dua anak perempuan
Cukul dhulit, tiga anak perempuan
Gotong mayit, tiga anak laki-laki
Saka panggung, empat anak laki-laki
Sarimpi, empat anak perempuan
Pandhawa, lima anak laki-laki
Pancagati, lima anak perempuan
Kedhana-kedhini, dua anak satu laki-laki dan satu perempuan
Sendhang kapit pancuran, tiga anak dengan dua anak laki-laki dan satu anak perempuan (perempuan berada di tengah)
Pancuran kapit sendhang, tiga anak dengan dua anak perempuan dan satu laki-laki (laki-laki berada di tengah)
Kembar, satu pasang anak kembar (laki-laki atau perempuan)
Dhampit, satu pasang anak kembar laki-laki dan perempuan
Gondhang kasih, anak kembar berbeda warna kulit
Ipil-ipil, lima anak dengan satu perempuan empat laki-laki
Podangan, lima anak dengan satu laki-laki empat perempuan
Jempina, anak yang lahir sebelum waktunya
Julung caplok, anak yang lahir bersamaan dengan terbenamnya matahari
Julung kembang, anak yang lahir bersamaan dengan terbitnya matahari
Julung sungsang, anak yang lahir pada tengah hari
Di lingkungan masyarakat Jawa istilah penamaan anak tersebut masih digunakan, meskipun pada kalangan orang tua. Zaman yang terus berkembang menjadikan kalangan muda lebih tertarik pada hal yang baru dan bersifat kekinian. Oleh karena itu tugas generasi muda adalah terus melestarikan budaya leluhurnya. Namun tradisi ruwatan pada anak-anak sukerta tidak seluruh masyarakat Jawa melakukannya, hanya masyarakat Jawa penganut sinkertis saja yang masih melaksanakan tradisi tersebut. Bagaimana dengan pendapat Anda? Apakah Anda termasuk dalam anak sukerta?