YOGYAKARTA, Bernas.id – Syafii Maarif menilai dikotomi pribumi-non pribumi yang dilontarkan oleh Anies Baswedan dalam pidato pelantikannya sebagai Gubernur DKI Jakarta Senin (16/10) kemarin adalah suatu hal yang kontraproduktif. Ia berharap hal semacam itu tidak dilontarkan lagi oleh politisi manapun.
“Jangan diucapkan semacam itu. Sesuatu yang kontraproduktif semacam itu jangan diucapkan lagi. Marilah kita hati-hati bicara. Yang sensitif jangan asal diucapkan,” kata Syafii, Selasa (17/10/2017) di Yogyakarta.
Hal tersebut disampaikan Syafii usai rapat komite persiapan Seminar dan FGD 'Bisikan Dari Jogja: Refleksi, Evaluasi, dan Rekomendasi Bidang Kebudayaan 3 Tahun Pemerintahan Jokowi-JK' yang digelar di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Ia menilai hal semacam itu sebagai bentuk politik yang tidak bermoral. Iapun mengiyakan pendapat bahwa saat ini sulit dijumpai orang-orang yang betul-betul jujur mengurus bangsa. Padahal ketimpangan sosial dan ekonomi masyarakat Indonesia menurutnya masih parah.
“Pilkada Jakarta sangat mengganggu perjalanan demokrai, karena membawa isu agama. Polarisasi masyarakat sampai ke akar rumput,” katanya.
“Politisi kita tuna martabat. Politik kekuasaan bermasalah, seni dan kebudayaan harus 'turun gunung' menolong menyelesaikan masalah, supaya seni bisa menjinakkan politik yang liar, agar bangsa kita menjadi bangsa yang beradab,” sambungnya.
Karena itulah, menurut Syafii acara Seminar dan FGD 'Bisikan Dari Jogja: Refleksi, Evaluasi, dan Rekomendasi Bidang Kebudayaan 3 Tahun Pemerintahan Jokowi-JK' penting digelar sebagai refleksi dan evaluasi atas kegiatan pengembangan bidang kebudayaan selama tiga tahun pemerintahan Jokowi-JK.
“Demokrasi selama ini harus diapresiasi tetapi juga harus dikritisi,” tandasnya.
Dr. Baskara T. Wardaya selaku anggota Steering Commitee panitia acara tersebut mengungkapkan, Seminar dan FGD akan digelar di Jogjakarta Plaza Hotel Sabtu dan Minggu (21-22/10/2017) dengan menghadirkan keynote speech dari Dr. Ignas Kleden dengan tema “Kritik Kebudayaan: Refleksi Atas Politik Kebudayaan.”
Acara yang digagas Pusat Kajian Demokrasi dan Hak-Hak Asasi Manusia (PUSDEMA) Universitas Sanata Dharma, Galang Press dan berbagai institusi itu juga akan menghadirkan pemaparan dari tiga narasumber, yakni Prof Dr. Franz Magnis-Suseno, Prof Dr. Abdul Munir Mulkhan, dan Dr. Seno Gumira Ajidarma.
“Pada Sabtu malam akan ada orasi budaya dari Buya Syafii Maarif,” terangnya.
Ia menambahkan, apa yang ingin dilakukannya adalah bagian dari proses demokrasi untuk menyumbangkan bagi pemerintah yang sedang berlangsung. Ia menegaskan, penyelenggara tidak ada satupun yang berasal dari pemerintahan atau partai politik, sehingga bebas dari kepentingan tertentu.
Acara inipun menurutnya tidak diadakan untuk merespons isu pribumi-non pribumi. Namun dengan acara ini ia berharap hal semacam itu tidak muncul lagi di masa depan.
“Nanti berharap bisa dirumuskan semacam rekomendasi yang tidak terlalu politis dan tidak terlalu menggebu-gebu atas 3 tahun Jokowi-JK khususnya dalam bidang kebudayaan. Kenapa judulnya bisikan, karena ini bukan paksaan, tapi penyampaian rekomendasi secara santun,” kata Baskara.